Pukul dua belas lebih lima belas menit aku berangkat menuju bukit yang
berada dipinggiran kota. Selama hampir tiga jam aku melakukan perjalanan
seorang diri, melewati sunyinya jalanan saat malam menjelang subuh ini. Yang
dapat kulihat hanya cahaya dari lampu motorku dan beberapa lampu jalan yang
sedikit membantu penglihatanku. Rasa kantuk dan lelah dengan cepat menyergap
seluruh tubuhku ditambah sepoi angin yang meniup pelan sluruh bulu romaku. Itu
semua tak berarti saat kembali kuingat tujuanku, untuk melihat sunrise.
Setelah tiba, kuparkirkan
motorku dibawah kaki bukit. Satu persatu tangga batu kunaiki untuk mencapai
puncak bukit ini. Saat sampai diatas kuletakkan ranselku, kutegapkan badanku,
kutarik nafas dalam-dalam untuk merasakan segarnya udara subuh ini sambil
memejamkan mata, lalu kubuka mataku perlahan.
“ Sebentar lagi aku akan
melihat apa yang ingin slalu kau lihat. Ini bukan gunung hanya sebuah bukit,
namun bukit ini lebih tinggi dari bukit milikmu.” Gumamku dalam hati sambil mengulum senyum.
R
R
R
Sebuah pertemuan singkat
antara aku dan Yue, seorang gadis Tionghoa beragama nasrani membuatku
mempercayai satu hal yang slama ini sulit untuk kupercaya tentang adanya Tuhan,
Allah, Alah, Hyang Widi atau apapun namanya. Kata Yue Tuhan itu hanya satu yang
membuatnya berbeda hanyalah sebuatan untuk masing-masing kepercayaan saja,
menurutnya semua agama itu sama tujuannya hanya satu, Surga. Dan
orang yang tidak punya agama (atheis) adalah orang yang paling menyedihkan
karna ia tak punya keyakinan atas apa yang telah menciptakannya dan setelah
mati ia tak pernah tau kemana tujuan selanjutnya.
Ia selalu memilih untuk
duduk dibangku paling belakang, dipojokan dekat dengan jendela. Saat aku
beratanya mengapa ia lalu menjelaskannya dengan panjang lebar dan semangat yang
berapi-api, dari matanya yang kecil itu aku dapat melihat semangatnya yang sedang meluap saat aku menanyakan alasannya.
“ Kalo dari sini Gemma
bisa liat sekeliling Gemma tanpa terkecuali, Gemma bisa lihat ibu guru, papan
tulis, semua teman-teman tanpa ada yang terlewati dan yang paling penting Gemma
bisa bersembunyi karna Yue tidak suka jadi yang paling terlihat. Coba
bandingkan dengan Gemma duduk di bangku paling depan, Gemma hanya bisa fokus pada
satu arah untuk menoleh kebelakang akan sangat terbatas, lalu ditengah-tengah
Gemma hanya bisa melihat kedepan dan serong, Gemma tetap akan
susah untuk melihat kebelakang. Kalo dibelakang Gemmalah yang melihat semuanya
tanpa ada yang dapat dengan leluasa melihat atau memperhatikan Gemma kecuali
ibu guru yang sedang mengajar didepan.”
Yue paling suka saat hujan
turun, ia akan membiarkan tubuhnya dibasahi oleh air hujan hingga bajunya jadi
basah kuyup. Pernah saat pulang sekolah, semua anak berdiri dikoridor sekolah
untuk menunggu hujan tapi Yue malah memilih untuk berjalan ditengah-tengah
lapangan basket dengan santainya seolah tak takut bajunya basah, seolah langit
sedang cerah, ia berjalan sambil sesekali melompat dengan cerianya dan besoknya
selama tiga hari ia tidak masuk sekolah karna sakit. Selain hujan Yue juga
sangat suka dengan rumput, ia dapat berbaring berjam-jam diatas rumput, ia tak
pernah peduli bajunya akan kotor. Yue bilang ia sangat suka aroma rumput yang
bercampur dengan angin apalagi ketika baru saja selesai hujan, ia paling suka berbaring
diatas rumput, aroma rumputnya akan semakin khas katanya.
Yue suka sekali mimisan
hingga pingsan, tapi ia tak pernah mengeluh. Katanya ia hanya tak bisa terlalu
lama berdiri dibawah terik matahari tapi memang benar ia hanya akan mimisan
atau bahkan sampai pingsan ketika hari sedang panas terik. Selain mimisan dan pingsan
Yue juga sering pusing, kalo pusing Yue akan memukul-mukul kepalanya dengan
tangannya sendiri.
Setiap pagi sebelum pergi kesekolah ia
selalu membakar tiga batang stanggi yang kemudian diletakkan diatas kendi kecil
berisi beras dengan tali kecil berwarna merah yang mengikat kendi itu. Saat
aku bertanya apa yang sedang ia lakukan, katanya itu untuk menghormati arwah
ibu dan ayahnya yang sudah meninggal. Ia melakukan gerakan-gerakan aneh saat
akan meletakkan stanggi didalam kendi itu, mengayunkan stanggi itu tiga kali
diudara lalu berhenti sambil memejamkan mata dan terakhir meletakkannya kedalam
kendi. Dan terakhir sebelum ia berangkat kesekolah ia selalu mencium kedua foto
orangtuanya yang terpampang diatas meja yang diatasnya juga terdapat kendi yang
berisi stanggi itu.
Setiap sabtu malam ia
selalu latihan bernyanyi digerejanya dan setiap minggu pagi ia selalu datang ke gerejanya, tak pernah sekalipun ia absen. Saat aku tanya apa ia tak bosan melakukan itu semua ia hanya menjawab “ Yue ini salah satu dari mereka yang memakai
jubah panjang itu, Yue ini artis lho yang selalu ada job tiap
minggu, kalo
Yue lagi nyanyi Yue itu dilihat oleh puluhan pasang mata
walaupun tak dibayar.” Jawabnya sambil tertawa, membuat matanya yang kecil itu
semakin samar terlihat.
Suatu pagi, saat aku
datang kesekolah Yue memotong rambutnya menjadi pendek, mirip dengan artis BCL
kata Yue itu namanya model ‘bob’. Wajahnya semakin terlihat menggemaskan, saat
aku tanya kenapa ia potong rambut ia menjawab rambutnya sering rontok jadi ia
potong rambut agar rambutnya terlihat tebal. Yue paling suka pelajaran exsac,
pelajaran yang memanfaatkan logika untuk menjawabnya.
Menurutnya pelajran
seperti itu jauh lebih simple dan pasti, asal tau rumusnya kita akan dengan
mudah menjawabnya ketimbang pelajaran yang memanfaatkan penalaran, kepalanya
suka sakit sendiri kalu dipaksa menalar yang tidak bisa ia pikirkan atau diluar
jangkauannya. Yue lebih memilih mengerjakan 50 soal aljabar dari pada 5 soal
Sastra yang belum tentu benar jawabannya namun waktu pengerjaannya bisa sampai
dua hari.
Yue suka berada
ditempat-tempat yang tinggi, dia bilang ia akan lebih merasa dekat dengan
Tuhannya, ia merasa seolah tangannya dapat menyentuh langit. Yue sudah tidak
punya ayah ataupun ibu, ia tinggal bersama akongnya (kakek). Saat
pelajaran bahasa Indonesia dan waktu itu kita disuruh mengarang yang temanya adalah cinta dan harapan ia menceritakan kisah singkat hidupnya dalam selembar kertas.
Aku ini anak yatim piatu, tapi kalian
tidak perlu mengasihaniku karna aku punya tangan, kaki, mata dan telinga yang
masih dapat berfungsi dengan baik dan tentunya seorang kakek yang sangat
menyayangiku, aku memanggilnya ‘akong’. Akong membuka toko sembako kecil
didepan rumah, dari situlah akong membiayai kebutuhanku. Orang yang paling aku
cintai didunia ini adalah akongku, kenapa bukan mama atau babahku yang sudah
pergi kesurga? Karna mereka sudah ada yang lebih mencintai mencintai, Tuhan.
Satu
harapanku untuk dunia ini adalah suatu hari nanti dunia ini dapat dipenuhi dengan
cinta, hanya cinta dan kasih sayang karna setauku hanya satu kata yang dapat
merubah dunia yaitu CINTA. Dengan begitu semua orang akan saling mengerti,
mempunya tingkat toleransi yang tinggi dan yang pasti tidak akan terulang lagi
tragedy Mei’98 yang menewaskan babahku. Dengan cinta, semua manusi akan saling
menghormati dan menghargai dan dengan cinta pula toleransi beragama dapat
benar-benar terwujud.
Namaku
Shoe Yue Lian, margaku Shoe, Yue itu bulan, dan Lian itu wajah jadi kalu
digabungkan namaku itu berarti wajah bulan, mama bilang namaku dapat disimpulkan bahwa aku ini
memiliki wajah seperti bulan. Sepertinya mamaku sedikit
berlebihan dengan pengertian namaku ini. Kata akongku, mama juga sempat memberiku nama Indonesia, namanya
Alina Wijaya tapi aku menolak untuk menggunakan nama itu. Menurutku Yue Lian
jauh lebih bagus artinya dari pada Alina Wijaya yang tak kuketahui artinya. Aku
seorang Tionghoa beragama Nasrani dan aku sangat suka sunrise.
Itulah tulisan singkatnya
saat pelajaran Bahasa Indonesia, singkat, jelas, dan apa adanya. Yue itu
orangnya selalu apa adanya, percaya diri dan ia sangat menyukai warna merah.
Katnya merah itu melambangkan keberanian dan merah itu adalah warnanya Tionghoa.
Ia tak pernah malu sedikitpun saat mengakui ia adalah seorang Tionghoa, baginya
suku atau etnis itu adalah pilihan bukan aib dan tergantung dari kita yang menilainya jadi ia akan selalu bangga saat mengatakan pada teman-teman satu sekolah
bahwa ia adalah seorang Tionghoa.
Setiap dua minggu sekali
ia selalu menyempatkan untuk datang ke salah satu Vihara
untuk sekedar membakar stanggi. Saat aku tanyakan kenapa ia bilang agar ia tak
pernah lupa siapa dia sebenarnya, dari etnis apa ia berasal, dan
agar ia selalu merasa bangga dengan dirinya sendiri yang berasal dari etnis Tionghoa. Bila sudah
sampai di Vihara, Yue akan lama berada disana. Aku selalu menanyakan apa saja
yang dilakukannya didalam ia bilang ia berbincang-bincang dengan biksu-biksu
disana, pernah saat aku mengantarnya ke Vihara ia lama sekali keluarnya, aku
sampai harus masuk kesana untuk melihat apa yang sedang dilakukannya didalam.
Dan saat aku masuk aku melihatnya sedang berbincang dengan salah seorang biksu.
Dan saat pulang biksu itu memberikan Yue sebuah gelang yang terbuat dari
butiran-butiran kayu dan ada beberapa lembar benang merah sebagai pengikatnya
yang menjuntai.
Aku bertanya pada Yue, apa maksud dari benang merah itu
karna aku sering sekali melihat orang Tionghoa memakainya, baik dijadika
gantungan kunci motor, ataupun diikatkan pada retsleting tas. Kata Yue, itu
adalah jenggot naga, dapat memberi keselamatan dan keberkahan. Aku bertanya
lagi tentang kalung yang berliontin batu cincin hijau muda yang slalu
dipakainya, katanya orang Tionghoa percaya batu cincin seperti itu dapat membawa
keberuntungan bagi siempunya.
Suatu hari Yue tak masuk sekolah selama seminggu, aku
datang kerumahnya untuk menjenguknya namun kata pegawai yang menjaga toko
babahnya Cece Yue (begitu orang itu memanggil Yue) sedang dirawat dirumah
sakit. Aku buru-buru mendatangi rumah sakit yang dimaksud, sampai didepan
kamarnya aku melihatnya tengah berbaring dengan selang infus ditangannya. Saat
aku tanyaka keadaannya dia bilang dia baik-baik saja hanya akongnya saja yang
terlalu mengkhawatirkannya hingga membawanya kerumah sakit seperti ini.
Aku malu melihatnya, saat dirinya tengah tak berdaya dan
sangat terbatas geraknya ia masih berdoa pada pada Tuhannya. Sebuah salib kecil
yang bertengger diatas mejanya menjadi kiblatnya untuk berdoa. Ia begitu
percaya pada agamanya, pada Tuhannya tentunya. Setelah keluar dari rumah sakit
Yue tampak pucat, aku tau dia putih tapi kali ini putihnya berbeda, bibirnya
juga sampai terlihat pucat. Aku kembali menanyakan keadaannya namun dia
membantah, dia bersikeras bahwa dia baik-baik saja.
Semenjak keluar dari rumah sakit, Yue semakin sering
mimisan dan pingsan. Suatu ketika saat kelasku sedang ulangan fisika, ia
memaksakan dirinya untuk mengingat rumus yang tanpa sengaja ia lupakan, aku
sudah mengatakan padanya aku akan melihat rumusnya dibuku catatan secara
diam-diam tapi dia menolak. Ia yakin dia mampu mengingatnya, Yue berusaha keras
mengingat rumus itu hingga hidungnya tiba-tiba mengeluarkan darah yang
mengotori lembar jawabannya.
Aku panik melihatnya dan
langsung ingin melaporkan kejadian itu pada guru, saat aku sudah siap untuk
berdiri ia menahan tanganku dan menyuruhku untuk duduk kembali.
Sekali lagi ia mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.
Aku tak bisa melepas pandanganku dari dirinya hingg aku dipaksa untuk pindah
tempat duduk oleh guru itu. Mataku terus mengawasinya, aku sangat yakin Yue
sedang tidak baik-baik saja. Bel berbunyi tanda lembar jawaban harus
dikumpulkan. Segera aku menghampiri mejanya, ia bilang ia berhasil mengerjakan
semua soal dengan gembiranya. Aku ikut senang mendengarnya, melihatnya bisa
tertwa hingga matanya nyaris tak terlihat benar-benar membuat hatiku tenang
walau lembar soalku kosong.
Hari terakhir ulangan, selesai ulangan ia mengajakku pergi
kesuatu tempat. Sebuah bukit kecil yang tak jauh dari sekolah, ia bilang ia
sering ketempat ini kalau ia merasa dirinya tidak sedang baik-baik saja. Aku
bertanya, apa itu tentang orang tuanya namun dengan mantap ia menggelangkan
kepalanya. Yue bilang ia tak pernah merindukan kedua orangtuanya karna mereka berdua
ada didalam hatinya. Ia menceritakan keinginanya untuk melihat Sunrise. Ia
sangat suka dengan sunrise dan berharap suatu hari nanti ia bisa melihat
sunrise.
Aku mengajaknya ke pantai untuk melihat sunrise hari sabtu
besok. Namun ia menolak ajakanku, ia bilang ia tidak suka pantai. Yue bilang
pantai itu tempat untuk melihat sunset bukan sunrise dan ia tidak suka sunset.
Saat aku bertanya mengapa ia hanya menjawabku dengan senyumannya. Aku bertanya
sekali lagi padanya namun Yue malah menjawabnya dengan jawaban yang menurutku
tidak ada hubungannya.
“ Kalo kita dipantai, kita enggak bisa liat gunung. Tapi
kalo kita digunung kita bisa liat pantai, itu salah satunya (menunjuk sebuah
aliran sungai kecil yang ada daratan dipinggirnya)kalo dipantai itu yang paling
cocok adalah melihat Sunset, kalo digunung baru cocok untuk melihat sunrise,
Yue pengen bisa pergi kegunung buat liat Sunrise.”
“ Inikan bukit bukan gunung? Lagian gunung itukan tinggi,
pasti bisa diliat dari mana aja.” Bantahku.
“ Memang, tapi Gemma hanya bisa melihatnya dari satu sisi.
Tidak jelas. Coba kalo Gemma dari atas gunung, Gemma bisa melihat pantai dengan
sangat jelas dan bahkan lebih indah. Lalu akan timbul perasaann kalo kita
adalah yang paling tinggi, paling berkuasa karna kita bisa melihat kesekeliling
kita dengan bebas tidak seperti dipantai yang bisa diliat Gemma hanya pasir dan
air laut yang ada batasnya.”
“ Laut itu luas, Yue..”
“ Tapi mata Gemma akan terbatas karna terlalu luas itu,
berbeda dengan diatas gunung, skala batasnya akan jauh berbeda. Coba saja!”
“ Memangnya kamu sudah pernah naik gunung?”
“ (menggeleng) itu semua ada disini dan disini.” Memegang
kepalaku dengan kedua tangannya dan melanjutkan kedadaku, tempat hati berada. “
Gemma hanya perlu memainkan imajinasi Gemma sambil merasaknnya, maka Gemma bisa
keliling dunia dengan mudahnya.”
Aku ingin menyanggahnya lagi, namun melihat matanya yang
kembali bersinar-sinar itu aku mengurungkan niatku. Aku tak ingin merusak
kebahagiannya, terutama senyum bahagianya itu. Disetiap senyumnya ada satu
ketenangan yang ia berikan untukku. Ia lalu bertanya mengapa aku tak pernah
percaya pada Tuhan, aku menceritakan tentang ayahku yang meninggal dalam
tugasnya saat di Aceh dulu, padahal ibuku slalu berdoa pada Allah agar menjaga
ayahku. Tapi Allah tak mengabulkannya, itu berarti Allah tak pernah ada. Ia
tersenyum mendengar ceritaku dan menjelaskan pengertian Tuhan menurut
pandangannya.
“ Gemma, kalo semua doa umat manusia selalu dikabulkan
oleh Tuhan tidak akan ada yang namanya rasa untuk berusaha. Selain berdoa kita
itu dianjurkan untuk berusaha agar kita tidak jadi orang yang pemalas. Tuhan
itu punya banyak client yang harus dilayani, Tuhan tentunya harus memilah-milah
mana doa yang paling penting. Pekerjaan Tuhan itu tidak gampang, namun Dialah
yang paling tau. Kalo ayah Gemma diambil saat bertugas di Aceh, itu mungkin
karna Tuhan terlalu sayang pada ayah Gemma. Seharusnya Gemma bangga pada ayah
Gemma, dan tidak boleh marah pada Tuhan karna ayah Gemma adalah seorang
pahlawan yang berani mengorbankan nyawanya untuk membela bangsa dan
mempertahankan wilayah kekuasaan NKRI. Meninggalnya ayah Gemma akan dianggap
sebagai prajurit yang pemberani em, Yue pernah dengar tentang Jihad walaupun
tak sama tapi sepertinya itu serupa. coba pikirkan, seandainya ayah Gemma
selamat dari peristiwa itu lalu ayah Gemma kembali kerumah dan besoknya saat
ingin berbelanja ayah Gemma meninggal karna kecelakaan, siapa yang akan
mengingatnya? Apa tetap akan ada yang menganggapnya pahlawan selain keluarga
Gemma? Tuhan itu baik, Dia tau mana yang terbaik untuk Gemma dan keluarga,
Tuhan juga sayang pada ayah Gemma, makanya dia ambil ayah Gemma.” Jelasnya
panjang lebar. Aku tau diujung matanya ada sebutir air yang siap untuk jatuh
dalam hitungan detik, namun belum sempat jatuh ia keburu mengahapusnya. “
(tersenyum) pasti ayah Gemma dengan arang tua Yue sekarang sedang minum teh
sambil ngeliatin kita dari surga.” Ujarnya sembari melihat langit.
Tidak hanya tingkahnya, pikirannya juga seperti anak kecil
terlalu polos dan simpel. Wanita ini hebat, aku kagum dengannya, dengan caranya
berpikir, berbicara, menilai sesuatu, bertindak, dan mengemukakan pendapatnya.
“ Menurut Gemma kalo bukan Tuhan siapa yang menggerakkan
matahari? Membuatnya terbit dan tenggelam, membuat bumi kita tidak berbenturan
dengan planet lain? Itu semua bukti bahwa Tuhan ada, walau tidak terlihat namun
sesungguhnya Tuhan itu ada disini Gemma (memegang dadanya) dihati kita. Tuhan
itu selalu dekat dan berada disamping kita, jadi Gemma tidak boleh ragu. Kalo
bukan Tuhan lantas siapa yang mengizinkan matahari bersinar terang? Dia bisa
saja membuat matahari berhenti bersinar dan membuat Dunia menjadi gelap gulita,
tapi dia tidak mau begitu karna dia sayang sama Gemma, sama Yue, akong, dan
semua umatnya. Tuhan itu menakjubkan, dia bisa ambil nyawa kita sesukanya
membuat orang sehat tiba-tiba meninggal, dan memberi waktu untuk orang yang
sekarat merasakan indahnya hidup ini walaupun singkat.”
R R R
Aku berlibur ke Samarinda untuk mengunjungi kakek ibuku,
dan saat aku kembali aku segera bertandang kerumah Yue untuk memberikannya
oleh-oleh, sebuah baju shanghai berwarna merah. Aku yakin, Yue pasti akan
cantik saat memakai ini. Namun saat aku kesana, rumahnya terlihat sepi, toko
milik akongnya juga tutup. Aku mencoba mengetuk pintu rumahnya dan akongnya
keluar.
Akongnya yang sudah tua itu mempersilahkanku duduk dirunag
tamunya yang sederhana. Orang tua itu tak banyak bicara, ia meninggalkanku
sebentar lalu kembali dengan selembar surat ditangannya. Ia duduk dihadapanku,
matanya berkaca-kaca sembari menyerahkan amplop itu padaku. Aku menerimanya
dengan wajah bingung disudut bawah amplop itu tertulis namaku ‘untuk: Gemma’
dengan hati-hati kubuka amplop merah itu dan aku mulai membacanya dengan
seksama.
Hai Gemma..
Gemma
apa kabar? Semoga baik-baik aja ya, bagimana apa Gemma sudah menemukan bukti
bahwa Tuhan itu ada dalam perjalanan menuju Samarinda seperti yang Yue suruh
lakukan? Pasti belum. Gemmakan keras kepala, Gemma mana pernah mau percaya pada
Tuhan jadi Gemma pasti tidak melakukan apa yang Yue katakan, betulkan? (aku
tertawa membacanya) Gemma, waktu Gemma baca surat ini Yue sedang pergi. Yue
pergi dan enggak balik lagi, Yue pindah rumah..
Tapi
Gemma jangan sedih, kita akan segera bertemu lagi saat lebaran Imlek nanti. Yue
janji, Yue bakal datang menemui Gemma untuk yang terakhir kalinya. Oh iya, Yue
sudah bertemu ayah Gemma lho, ayah Gemma gagah, tampan seperti Gemma, dan baik.
Dia ramah sama Yue, dia menanyakan keadaan Gemma pada Yue, dan Yue bilang Gemma
baik-baik saja tapi Gemma sedikit nakal karna tidak mau percaya sama Tuhan.
Ayah Gemma sedih waktu mendengar itu, Yue juga sedih L
Ada
satu hal lagi yang mau Yue kasi tau pada Gemma tentang mengapa Yue tidak suka
sunset. Yue sedang sakit, jadi Yue takut dengan hari esok. Hari esok itu
ditandakan dengan sunset makanya Yue tidak suka sunset dan lebih suka pada
sunrise karna dengan begitu Yue akan merasa Yue baik-baik saja. Namun setiap
sunset Yue akan selalu merasa takut, Yue takut tidak bisa melihat sunrise lagi,
Yue takut tidak bisa bertemu dengan Gemma dan akong lagi, Yue takut dengan
pergantian hari, dan yang paling Yue takutkan adalah Yue tidak bisa mendengar
pertanyaan-pertanyaan dari Gemma lagi..
Gemma,
Yue tidak bisa tulis panjang-panjang soalnya Yue mau masuk ruang operasi Yue
mau melakukan eksperimen dulu kalo berhasil Yue akan punya rambut yang panjang
lagi tapi kalo tidak rambut Yue akan segini terus. Yue punya sesuatu untuk
Gemma, kalung keberuntungan yang slalu Yue pake mau Yue kasi ke Gemma, Gemma
terima ya?! J
Oh iya, Gemma jangan lupa belajar biar Gemma enggak nyontek
buku catatan terus kalo pas ulangan Ok?
Yue
masuk ruang operasi dulu ya, Gemma.. jaga diri Gemma baik-baik Yue akan selalu
ingat pada Gemma karna Gemma selalu ada dihati Yue dan Gemma tidak boleh
melupakan Yue, janji?!
Shoe Yue Lian
Aku melipat kembali suratnya dan memasukkannya kedalam
amplop merah. Aku tak dapat menyembunyikan rasa kehilanganku ini. Air mataku
ingin menetes tapi tak bisa, suaraku tertahan ditenggorokan. Yang bisa
kulakukan hanya menunduk.aku pikir hari ini aku akan melihat Yue tersenyum
hingga matanya nyaris terlihat tapi ternyata aku salah. Saat aku pulang tak
sengaja aku melihat kearah meja yang sering dibakarkan stanggi oleh Yue, aku
melihat fotonya berada diantara foto kedua orang tuanya, fotonya sedang
tersenyum dengan wajah yang sangat manis dan tentu saja dengan mata yang nyaris
tak terlihat. Aku tersenyum sekilas kearah foto itu, hatiku benar-benar sakit,
hingga untuk terus melangkah menuju pintu keluar saja terasa berat. Saat kakiku
mulai melangkah meninggalkan rumah Yue, pipiku terasa basah, ada sesuatu yang
mengalir diatasnya ntah apa aku menyebutnya.
R R R
Aku memejamkan mataku, berdiri tegap diatas bukit,
menghitung dalam hatiku sambil merasakan semilir angin yang membelai wajahku.
1..2..3..4..5 aku membuka mata. Aku melihat secercah cahaya kuning tampak
muncul dari arah timur, aku tersenyum bangga dengan diriku sendiri. Dan dalam
hitungan menit cahaya itu telah penuh yang lalu kusebut matahari, yang Yue
sebut sunrise. Hari ini hari tahun baru Imlek, sambil menutup mata aku berkata
pelan pada diriku sendiri.
“ Aku percaya Tuhan, Yue.. sekrang aku percaya! Beritau
ayahku, aku sudah percaya Tuhan jadi aku harap dia tidak sedih lagi. Yue,
selamat tahun baru Imlek.” Ujarku sembari membuka mata.
Aku melihat Yue disampingku, berdiri tegap menyaksikan
sunrise, rambut panjangnya berkibar diterpa angin bukit ini. Ia memakai baju
yang ingin kuberikan padanya, ia menatapku lama sambil melempar senyumnya yang
selalu bisa membuat hatiku merasa tenang. Kututup kembali mataku dan saat
kubuka Yue tlah menghilang, menyisakan aroma harum yang tak asing dihidungku,
aroma rumput basah.
Tuhan sangat menyayangi Yue, karna itu Ia mengambilnya.
Walau aku tak bisa melihat Yue, tapi aku bisa merasakan keberadaannya, didalam
hatiku dan Yue selalu ada didekatku. Sama seperti Tuhan yang slalu menemaniku
menjalani hidup ini.
R R R