THE
WEDDING ‘A’
Dunia ini penuh dengan orang-orang
gila, ada yang gila uang, gila wanita, sampai gila karna hutang. Ada begitu
banyak kegilaan dalam hidup. Setiap manusia akan mengalami ‘kegilaan’ itu
sendiri, entah itu positif sampai yang negatif. Hah~ aku lelah melihat
orang-orang gila seleweran disana-sini. Duduk di warung kopi, memaki-maki
ditengah jalan, tertawa di toilet-toilet umum, sampai menangis di depan pintu
persidangan. Aku tidak mengaku waras, aku juga bagian dari ‘kegilaan’ yang
telah aku sebutkan sebelumnya. Aku memilih untuk menjadi gila daripada harus
dibilang gila terlebih dahulu.
***
Menjadi seorang reporter sebuah televisi swasta yang
cukup bonavit adalah impianku sejak lama, dari kecil aku selalu berdecak kagum
saat melihat betapa cerdas dan cekatannya reporter di ddalam TV itu melaporkan
berita untuk para penikmatnya. Menjalani profesi sebagai reporter tentu ada
banyak cerita suka dan dukanya, 4 tahun sudah aku menekuni profesi ini. Sempat
untuk ditawari menjadi penyiarnya saja, aku rasa, duduk sambil menyunggingkan
senyum dan bergaya di depan kamera serta harus full make up bukan diriku. Aku
lebih suka menjelajahi isi dunia ini sendiri sambil membaginya kepada seluruh
penonton. Hari ini tepat hari ulang tahunku yang 25, rekan-rekan kantorku telah
menyiapkan pesta sendiri untuk merayakannya. Begitu aku kembali ke kantor
setelah selesai liputan suara terompet dan nyanyian lagu ‘selamat ulang tahun’
membahana keseluruh ruangan yang tadinya remang mendadak menjadi terang
benderang, yang tadinya sepi mendadak menjadi ramai.
Puji tuhan aku ucapkan sepenuh hati, diumur yang masih
cukup muda aku sudah memiliki semua yang aku butuhkan dalam hidup. Pekerjaan
yang aku cintai, teman-teman yang sangat peduli padaku, keluargaku yang
baik-baik saja bahkan dapat dikatakan bahagia, juga karna Andra. Aku dan Andra
telah menjalani hubungan selama 3 tahun dan sampai saat ini hubungan kami
baik-baik saja. Dengan segenap rasa syukur dan harapan, ku tiup lilin ulang
tahunku, matinya lilin itu disambut tepuk tangan meriah dari semuanya. Rasa
lelah setelah liputan tadi terbayar sudah dengan pesta ini. Satu lagi hadiah
paling menarik di tahun ini adalah atasanku memberikanku surat yang berisi
promosi jabatan untukku. Atas dedikasiku selama 4 tahun dan kinerjaku yang
dinilai sangat baik, beliau memutuskan untuk mempromosikanku menjadi seorang
produser sebuah acara baru. Tuhan begitu tulus menyayangiku..
Seminggu berlalu, akhirnya aku berhasil mencapai posisi
itu. Dan syuting hari pertama dimulai, semuanya lancar, sampai pada sekmen 4
acara tersebut, aku meminta VT untuk segera diputarkan. Tadinya VT ini
dipersiapkan untuk memberikan surprise kepada bintang tamu, tapi..VTnya
mendadak berubah. Aku yakin saat memutuskan VT ini boleh diputar atau tidak
awalnya tidak seperti ini. Pada menit pertama video terlihat tiga orang yang
sedang duduk berdiskusi di suatu ruangan. Tunggu, itu seperti botol keramik
yang ada di rumahku, percakapannya tidak terlalu jelas tiba-tiba sebuah tangan
menyalami tangan yang lainnya kemudian seseorang terlihat terbungkuk persis
seperti orang yang ingin melakukan sungkeman. Pelan-pelan aku dapat mengenali
wajah laki-laki itu, Andra. Video itu tidak selesai sampai disitu, kemudian
video itu menceritakan awal perjumpaan kami disebuah konser musik lewat gambar
animasi. Berkenalan, berteman, hingga berpacaran sampai sekarang. Dimenit-menit
trakhir Andra muncul dengan kaos hitam yang ditimpa kemeja kotak-kotak merah,
dia berdiri ditepian danau, suasananya remang, mungkin gambar itu diambil saat
senja. Awalnya dia hanya terdiam sambil melemparkan senyum manisnya, kemudian
ia menarik kertas putih cukup besar dari belakang badannya yang bertuliskan
‘ANE’, Andra menahan tulisan itu untuk sekian detik kemudian secara bergantian
mengeluarkan tulisan-tulisan lain yang ia sembunyikan dibalik badannya.
Keseluruhan kalimat itu adalah ‘Ane, Will you mary me?’ kemudian diakhiri slide
foto-fotoku dan fotoku bersamanya. Aku kaget, tak tau harus berkomentar apa.
Yang bisa kulakukan saat itu hanyalah berdiri terdiam menatap slide demi slide
berlalu dihadapanku. Sorak riuh penonton yang hadir ke studio, bintang tamu,
host, serta seluruh kru membuatku semakin tak sanggup berkata apa-apa. Belum
selesai aku dengan kekagetanku tiba-tiba Andra keluar dari arah penonton sambil
membawa sebuket bunga Lily. Kamera utama kemudian menyorotnya, dan siaran
langsung ini sekarang sedang menayangkan gambar Andra yang sedang berjalan
menuju tempatku berdiri. Sekarang, kamera utama menyoroti kami, studio mendadak
menjadi gelap dan tiba-tiba lampu sorot menyala dan menerangi kami berdua.
Andra tampak begitu canggung, itu terlihat jelas diwajahnya yang tampak begitu
tegang. Andra menyerahkan sebuket Lily putih itu kepadaku, aku menerimanya
dengan perasaan yang entah bagaimana aku menjelaskannya.
‘Ane,seperti yang ada di VT tadi. Will you mary me?’
ujar Andra jelas dan mantap sembari mengeluarkan kotak kecil berwarna biru tua
dan membukanya. Ada sebuah cincin indah didalamnya. Andra mengambilnya dan
memegangnya dengan jari telunjuk dan jempolnya. Sekali lagi, Andra bertanya
padaku dengan lantang ‘Would you be mother from my children?’ dan sudah dapat
dipastikan riuh penonton semakin menjadi-jadi, mendominasi keheningan di studio
ini. Dan entah mendapatkan kekuatan dari mana tanganku menerima cincin itu
sambil mengatakan ‘Ofcourse I will’. Sekali lagi penonton bertepuk tangan
sambil bersorak, Andra mendekapku erat, dan studio kembali terang. Aku membalas
dekapan Andra, yang ada didalam pikiranku saat itu hanyalah aku sangat
mencintainya, kenapa tidak aku ingin memilikinya seutuhnya.
Keesokan paginya dalam perjalanan menuju kantor aku
sudah menyiapkan diriku untuk kemungkinan terburuk, dipecat. Kemarin itu adalah
acara live yang disiarkan diseluruh Indonesia dan enatah ada berapa banyak
pasang mata yang menyaksikan adegan itu. Begitu aku masuk rekan kerjaku
menyambutku dengan sorakan dan tepuk tangan yang meriah, mereka memberikan
ucapan selamat kepadaku secara bergantian. Aku hampir menangis, menerima ucapan
mereka dengan bahagia dan menyiapkan diriku untuk sebuah kenyataan yang mungkin
akan menjadi pahit. Sebenarnya tak apa aku dipecat dari pekerjaanku, toh Andra
seorang editor dan photography yang cukup sukses. Ia sering dipakai untuk
pemotretan majalah-majalah terkenal, bahkan sudah menjadi editor tetap disebuah
rumah produksi film yang cukup besar. Aku yakin bila kami berumah tangga nanti
Andra mampu menghidupi dan memenuhi kebutuhanku. Tapi bukan itu poin utamanya,
kehilangan pekerjaan yang aku cintai adalah sebuah kehilangan besar. Aku merintisnya
dari nol, dari reporter lapangan yang khusus meliputi peristiwa kriminal,
kemudian pindah ke politik, hiburan, sampai dapat menjadi seperti saat ini.
‘Ne,Pak Hendra tadi nyariin kamu. Dia bilang kalo kamu
udah dateng disuruh masuk keruangannya.’ Sambut Yuli, teman dekatku di kantor.
Seperti ada petir yang menyambar jantungku. Belum sempat aku menjamah kursiku,
Yuli sudah menyampaikan pesan seperti ini. Dengan perasaan pasrah aku bangkit
lagi dari kursi yang belum sempat kududuki dan melangkah menuju ruangan Pak
Hendra. Belum aku mengetuk pintu, Pak Hendra sudah membuka pintu ruangannya.
Aku kaget sekaligus gugup. Aku duduk di sofa yang tersedia dirunagnnya dengan perasaan
harap-harap cemas. Pak Hendra membuka laci mejanya kemudian mengeluarkan
selembar kertas. Pikiranku sudah melang-lang kemana-mana. Ini kalau bukan surat
pemecatan pasti surat pengunduran diri, mungkin aku dimintai untuk mengundurkan
diri secara paksa atas kesalahan besar yang telah aku lakukan semalam. Live,
itu Live!!
Pak Hendra duduk dihadapanku dan menyerahkan kertas
tadi padaku. Aku menarik nafas panjang, memejamkan mata sebentar kemudian,
menghembuskan nafas sambil membuka mataku. DAFTAR RATING PROGRAM TELEVISI,
acara talkshow yang disiarkan live semalam mendapatkan posisi teratas. Aku
membesarkan mataku untuk memastikan apa yang sedang aku baca saat ini. Pak
Hendra kemudian memberikan ucapan selamatnya kepadaku. Di episode pertama sudah
bisa memimpin puncak rating itu sungguh keajaiban.
***
Kami telah menetapkan tanggal pernikahannya. Rencananya
tiga minggu lagi pernikahan akan dilangsungkan disebuah gereja yang letaknya
dipinggiran danau. Catring makanan sudah siap, gedung pernikahan sudah di
booking, undangan tinggal menunggu finishing setelah itu dapat segera disebar,
tinggal gaun pengantin dan jas untuk Andra. Kami sudah memilih tema untuk gaun
kami dan rencananya sore ini aku kan melakukan fitting bersama Andra. Saat
melihat hasil akhir gaun pengantin yang nantinya akan kukenakan menuju altar
pernikahan jantungku berdegup cepat karna bahagia. Gaun berwarna pastel dengan kerah
shanghai itu terlihat sangat indah di menikin, aku jadi tak sabar untuk
mencobanya. Tapi aku harus menunggu Andra, dia berjanji akan segera datang
menemuiku untuk mencoba baju bersama. Saat aku sedang melihat-lihat gaun
pernikahan yang lain, telponku berdering. Andra.
‘halo? Kamu di mana?’ sambutku dengan pertnyaan.
‘sayang..aku minta maaf, aku masih belum selesai dengan
kerjaan aku. Mas Anggitnya sekarang juga ada disini jadi aku gak enak mau pergi
gitu aja. Kamu coba gaunnya sendiri gak apakan? Jas aku pasti udah pas kok, aku
percaya aja.’
‘tapi sayang, kamukan udah janji? Dito kemana? Kenapa
gak minta Dito aja yang gantiin kamu, mas Anggit juga pasti ngerti lah..’
‘Inneke, adiknya Dito masuk rumah sakit sayang, tadi
aja dia ijin pulang cepet sama aku. Maaf ya sayang, aku janji hari ini bakal
aku ganti. Ya udah, nanti pas udah dicoba jangan lupa kirim fotonya ke aku ya,
love you.’ Telpon ditutup.
‘tapi sa..-‘ aku melipat telponku kesal. ‘Ka, kamu dimana?’
sapaku menelpon Aska, teman dekatku.
‘dijalan, kenapa Li?’
‘bisa temenin aku gak?’
‘kemana?’
‘nyobaiin gaun pengantin aku, aku udah di wedding
house. Kamu kesini ya, please..’ seruku memohon.
‘ya udah,aku lagi dideket situ juga kebetulan. Nih, aku
udah nyampe.’
‘langsung masuk aja ya.’ Telpon ditutup.
Aku menyambut kedatangan Aska dengan bahagia. Aska
adalah teman baikku sejak kuliah, kita berdua memang berbeda kampus tapi kita sudah
saling kenal sejak lama. Awalnya sih karna berteman di jejaring sosial dan
pertemanan kita berlanjut sampai sekarang. Aska adalah seorang pegawai
kantoran, pakaiannya selalu rapi dengan kemeja, dasi, lengkap dengan sepatu
kulit mengkilapnya, sangat bertolak belakang dengan Andra. Aska selalu siap
disituasi apapun saat aku butuhkan sementara Andra tak jarang mengabaikanku
dengan segala kesibukannya.
‘Andra mana? Kok pengantin prianya malah gak keliatan?’
tanya Aska sambil mengeluarkan rokoknya.
‘heh,liat tuh (menunjuk ke tulisan “no smoking area”)
kebiasaan deh, heran ~’
‘gak apa-apa kebiasaan merokok dari pada kebiasaan
ninggalin pacar sendiri, udah mau jadi calon istri sekarang malah.’ Sindirnya
sambil tersenyum.
‘resek banget sih! Udah nih pegangin, aku mau nyoba
gaunnya dulu. Kamu jangan kemana-mana, disini aja.’
‘iya bawel. Sana cepet cobaiin.’
Aku masuk kedalam kamar pas, dengan dibantu oleh
seorang karyawati dari wedding house aku mencoba gaun pernikahanku. Karyawati
itu menambahkan beberapa aksesoris untuk mempercantik penampilanku, setelah
selesai dengan rambutku, aku keluar dari kamar pas itu dan berjalan mendekati Aska
yang sedang duduk sambil membaca majalah.
‘Ka, gimana? Bagus gak? Pas gak di aku?’ tanyaku penuh
semangat. Aska menatapku lama tanpa kata. ‘
woy! Bagus gak?’ tanyaku sekali lagi sambil berputar dihadapannya.
‘cantik. Cantik pake banget, bangetnya malah 100 kali.’
‘apaan sih, gak usah lebay deh.’ Jawabku tersipu.
‘yah emang kamunya cantik, mau diapaiin juga tetep
cantik. Pake baju kayak begini pula, yah tambah cantik. Tapi Li, kayaknya
rambutnya gak usah digulung gitu deh.’
‘kenapa? Bukannya orang nikahan biasanya kayak gini?’
‘iya sih, tapi.. kalo diurai pasti lebih cantik. (Aska
menarikku kedepan cermin) diginiin aja, nah.. maniskan?’
Aku melihat bayanganku didepan cermin bersama Aska.
Mungkin Aska benar, aku jauh terlihat lebih santai namun kesan anggun tetap
tidak hilang. Bila digulung tadi aku tampak jauh lebih dewasa, dengan gaya
rambut yang disarankan Aska ini aku terlihat apa adanya, tidak terlalu dewasa
tapi tetap anggun.
‘gimana mba? Puas dengan
hasilnya?’ tanya Tante Ayu, designerku.
‘puas banget tan. Makasih ya..’
Ujarku berseri-seri sambil sesekali berputar didepan cermin, gaun ini indah
sekali.
‘mba wes ayu tenan. Loh tapi,
calon pengantin prianya mana? Gak ikutan nyoba bajunya sekalian?’
‘dia masih ada kerjaan, jadi gak
bisa ikut. Tadinya juga mau pergi sama dia sih..’ jawabku tanpa memalingkan pandanganku
dari depan cermin.
‘ooh..gitu. tak pikir tadi
calonnya wes ganti.’ Gurau tante Ayu sambil tertawa. ‘sopo iki? Masmu?’
‘oh,iya sampe lupa. Kenalin tan,
ini Aska. Teman baik aku dari kuliah dulu. Aska ini tante Ayu, designer baju
pengantin aku sama Andra.’ Tante Ayu dan Aska saling berjabat tangan. ‘ oh iya
Ka, kamu yang cobaiin bajunya Andra aja gimana? Sekalian, ngumpung kamu disini
juga. Lagiankan badan kamu sama Andra beda tipis. Mau ya?!’
‘wes, pamali!! Jangan. Biar nanti
Andranya aja yang coba kalo udah gak sibuk lagi.’
***
Dua minggu
menjelang pernikahan.
Aku dan Andra mengambil undangan
di percetakan, setelah menamai masing-masing undangan kami memisahkannya.
Rencananya besok aku dan Andra mulai menyicil untuk menyebar undangan ini. Ada
sekitar 800an tamu undangan yang terdaftar, mulai dari teman-temanku,
teman-temannya Andra, kerabat, kenalan orang tua kami sampai tetangga disekitar
rumah. Aku dan Andra mulai menyari souvenir untuk para tamu, mulai dari towel,
notes, sampai pada gelas lilin. Dan pilihan kami jatuhkan pada tiruan mawar
putih, jadi setiap tamu yang datang akan diberikan setangkai tiruan mawar
putih. Souvenir itu kami pilih berdasarkan filosofi yang terkandung didalamnya.
Mawar putih melambangkan kesucian dan kesakralan pernikahan kami sementara
kenapa kami memilih imitasi, itu agar mawarnya dapat mereka simpan dalam waktu
yang sangat lama. Begitu juga yang kami inginkan dalam pernikahan kami,
langgeng.
Kami juga segera memilih dekorasi
untuk gereja yang rencananya resepsinya juga akan dilangsungkan dalam waktu
yang bersamaan. Jadi setelah pemberkatan kami akan melangsungkan resepsi di
halaman belakangnya yang berbataskan danau. Karna aku sangat menyukai bunga
lily jadi aku meminta agar bunga lily mendominasi dekorasi. Dan pada halaman
belakang kami akan mengusung konsep garden party, jadi tidak memerlukan tenda
untuk menutupi. Karna resepsi akan dilangsungkan hingga pukul 8 malam, aku
ingin saat senja sampai malam taman menjadi terlihat eksotis serta romantis.
Untuk itu aku meminta lilin-lilin yang akan terapung di danau, beberapa lampion
yang menjadi pemanis taman, taburan kelopak mawar putih disepanjang karpet
menuju tempatku dan Andra bertahta nantinya juga aku menambahkan lilin-lilin
yang dilindungi gelas-gelas kaca mungil disepanjang karpet itu. Ini akan
menjadi pernikahan termanis untukku.
Seminggu menjelang
pernikahan.
‘Eh, udah tau berita terbaru
tentang Lita gak?’ seru Yesi semangat membuka pembicaraan diantara kami.
‘Lita? Yang anak produksi itu?
Emangnya ada apa sama dia?’ sambung Helen sambil menyuap makanannya.
‘serius belom pada tau?’
‘ ada apa sih emangnya? penting
banget kayaknya?’ tanyaku penasaran sambil menyendok es buahku.
‘Lita udah talak 2, padahal baru 2
bulan nikah. Parah banget gak tuh?!’
‘hah? Prasaan baru kemarin
nyebarin undangan, udah main cerai aja.’ Tambah Yuli.
‘kok bisa?’ tanyaku mulai
tertarik.
‘katanya sih suaminya
selingkuh,makanya Lita minta cerai. Lagian masih muda gini udah cepet-cepet
nikah aja, banyak godaanya masih. Gak tau laki-laki sih.’ Ujar Yesi diakhiri
tawa.
‘ciyeh yang benter lagi mau
married, benter lagi jadi istri nih.’ Goda helen diikuti yang lainnya.
‘kenapa buru-buru Ne? Kan kamu
masih muda, karier juga oke. Masih punya kemungkinan buat dapat yang lebih dari
Andrakan.’ Goda Yesi disambut tawa yang lainnya.
‘eh jangan gitu, Ane pacaran sama
Andra mah udah lama. Mana mempan digodaiin sama cowok lain juga, iya gak Ne?’
bela Yuli. Aku hanya menjawabnya dengan tawa kecil.
‘setia dong si Ane. Tapi Ne, kamu
udah mantep banget mau nikah?’
‘ya iyalah, kalau gak seyakin ini
mana mungkin sampe cetak undangan.’
‘apa kamu siap buat liat Andra
setiap hari? Bangun tidur udah liat dia aja, bau badannya sepulang kerja, belum
lagi sifat-sifatnya yang nanti baru ketauan pas kalian udah seatap.’
‘iya Ne, bukannya kamu orangnya
bosenan? Berumah tangga itu bukan untuk sehari dua hari, atau seminggu dua
minggu, tapi untuk selama-lamanya.’
‘kalau bosenkan tinggal cerai
aja.’ Jawabku nyeleneh.
‘serius?! Gila kamu! (mereka semua
tertawa) ngomong-ngomong si Aska gimana?’
‘gimana apanya?’
‘ya elah Ane, dia nunguiin kamu
bertahun-tahun, masak gak sadar-sadar juga? Udahla buat aku aja gimana, boleh
gak?’
‘enak aja. Aska mah kebaikan buat
kamu!’
‘eh,eh.. liat nih. Ada artis yang
jadi korban KDRT,astaga baru 2 minggu nikah udah jadi korban KDRT,
ck.ck.ck.ck.’
‘mana? mana? Loh, bukannya dia
yang dulu waktu pacaran mesra banget? Sampe males liatnya, dimana-mana sok
mesra-mesraan gitu. Gak nyangka ternyata suaminya kayak gitu, ih amit-amit deh
dapat yang begitu.’
‘iya padahal waktu sebelum nikah
kayaknya sweet couple banget, eh taunya.. ini nih yang bikin aku ragu
cepet-cepet nikah. Yang pacaran 7 tahun aja bisa putus cuma karna masalah
sepele, gimana kalo nikah ntar yang kita mesti hidup sama dia buat selamanya
tanpa batas waktu.’
‘kamu sama Andra udah berapa lama
Ne?’ tanya Helen yang entah mengapa membuatku tersedak.
‘tiga tahun.’ Jawabku sambil
meneguk menimumanku
‘Ne,itu yang satu lagi gimana?
Siapa namanya? Aska, Aska gitukan?’
‘kenapa lagi Aska?’
‘bukannya kamu sama dia udah kenal
dari kuliah ya? Kenapa gak sama dia aja?’
‘ia,gak kalah manis kok sama
Andra. Ato..gimana kalo Aska buat aku aja. Boleh ya Ne?’ ujar Helen centil
‘Gak tau ah, gelap.’
***
Entah mengapa perbincangan di
kantin kantor kemarin benar-benar mengganggu pikiranku, semakin melihat banyak
tayangan ditelevisi yang menceritakan tentang bagaimana lika liku pernikahan
membuatku semakin berpikir berulang kali, sudah bijakkah keputusan yang aku
pilih ini? Aku teringat yang Helen katakan, bagaimana dengan Aska? Slama ini
aku bahkan bersikap seolah-olah aku tak mengetahui perasaannya, mengabaikannya.
Aku tak ingin Aska pergi, tapi aku juga tak mau membenarkan apa yang ia rasakan
kepadaku. Aku tau bahwa Aska slama ini menyukaiku dan menyayangiku
tapi..sudahlah..toh pada akhirnya undangan ini tertuliskan namaku dan Andra.
Berita tentang KDRT, membuatku
teringat sifat Andra yang tempramental dan begitu sensitif. Berita perceraian,
membuatku mempertanyakan kesetiaan Andra kepadaku setelah slama ini kami sempat
beberapa kali putus karna aku begitu cemburu bila Andra sangat dekat dengan
salah satu modelnya. Mampukah Andra terus mencintaiku dan menyayangiku?
Sementara diluar sana ia terus bertemu dengan wanita-wanita yang lebih cantik,
lebih pintar dan lebih menarik dariku?
Selasa dini hari, aku keluar dari
kamarku untuk mencari makanan ringan di dalam kulkas. Saat aku sedang meneguk
segelas air putih, aku melihat lampu kamar orang tuaku masih menyala terang.
Kulihat jam dinding, pukul 01: 22. Entah apa yang menarikku kesana, tiba-tiba
saja aku menyadari diriku telah tepat berdiri didepan pintu kamar kedua orang
tuaku. Samar-samar aku mendengar
percakapan mereka berdua. Tak lama badanku dibuat tak mampu bergerak, seperti
ada sesuatu yang baru saja menghentakkan jantungku. Tanganku gemetar dan mulai
melemah, buru-buru kulari kedapur untuk
minum segelas air agar aku lebih tenang. Aku mencoba untuk sadar sesadar
sadarnya, dan memang apa yang baru saja aku dengar itu adalah sebuah kenyataan.
Entah mengapa pikiranku mendadak menjadi
kalut, aktivitasku menjadi berantakan, syutingpun tak begitu kuperhatikan. Aku
lebih banyak berdiam diri dan merenung. Aku takut. Takut bila keputusan ini
benar-benar salah, benar-benar terlalu buru-buru seperti yang dikatakan
teman-temanku.
Mungkin ini akan jauh lebih baik
bila Andra lebih peduli padaku, semakin dekat tanggal pernikahan kami Andra
malah semakin disibukkan dengan jadwal pemotretan dan deadline film editannya, dan
itu membuat kami semakin sulit bertemu, bahkan saat dia pulang aku sudah
benar-benar tertidur hingga tak sempat berkomunikasi. Singkatnya kami krisis
komunikasi. Aska malah entah mengapa malah menjadi sering menemaniku, tak
jarang aku makan malam bersamanya diluar. Aska berbagi cerita padaku membuatku
merasa begitu dekat, nyaman, dan lebih dihargai sebagai seorang manusia. Memang
itulah yang membuat kami sejak dulu dekat.
‘ada apa Li? Dari beberapa hari
yang lalu keliatan mumet banget?’
‘ah? Enggak ada apa-apa.’ Jawabku
tergagap sambil terus menatap jalan yang ada didepanku.
‘ribut sama Andra?’ tebak Aska
‘gak. Gak tau nih tiba-tiba jadi
kepikiran terus.’
‘soal?’
‘semuanya. Andra jadi lebih sering
nyuekin aku, makin deket tanggalnya dia malah makin sibuk sama urusannya.
Padahal bukan cuma dia ajakan yang punya kerjaan, nyatanya aku bisa bagi waktu.
Kenapa dia enggak?’
‘dia sibuk juga buat kamu.
Memangnya kalau kalian sudah menikah nanti kalian mau makan apa? Makan cinta?
Enggakkan!?’
‘iya aku tau. Tapi tuh..-‘
‘memang lagi banyak kerjaan kali.
Pikir positifnya aja kenapa?’
‘(menghembuskan nafas) aku
jadi..tiba-tiba jadi ragu sama rencana pernikahan ini, Ka.’
‘maksud kamu?’
‘ya..aku ragu sama semuanya. Aku
juga gak tau kenapa? Semuanya datang diwaktu yang hampir bersamaan. Aku gak
ngerti Ka.’ Ucapku dengan dada yang terasa sesak.
‘(Aska menepikan mobilnya) dengar
Li, aku relaiin ini semua supaya kamu bahagia, bukan buat ngeliat kamu jadi
nangis kayak gini. Sebenarnya kamu sama Andra kenapa?’
‘masalahnya gak hanya sama Andra,
tapi juga.. ah,udah deh. Aku capek.’ Jawabku ketus sambil mengusap air mata. Aska
lama menatapku, seolah sedang berusaha membaca hati dan pikiranku kemudian ia
mengusap kepalaku beberapa kali.
Aska diam, akupun diam. Yang
terdengar jelas hanya suara Kaka Slank yang sejak tadi tak lelah bernyanyi. Aku
membuka dashboard mobil Aska, ada sekotak tomat buah didalamnya. Sejak kapan Aska suka tomat buah?
Dia bahkan tak pernah makan sayur.
‘ini..-‘ belum sempat aku
menyelesaikan kalimatku Aska telah menjawabnya cepat.
‘cuma buat kamu. Aku juga gak tau
kenapa, setiap kali aku liat itu aku ingat kamu. Begitu sebaliknya. Sore tadi,
aku beli itu entah buat siapa. Bisa membelinya kemudian mengingatmu sudah
terasa begitu melegakan.’ Sahut Aska datar.
Aku tertegun, terdiam, berpikir,
dan termenung. Ku ambil satu tomat buah itu lalu memakannya. Rasanya manis dan
gurih. Aku menangis kembali, Aska hanya tak berhenti mengelus kepalaku sambil tangan
sebelahnya terus memegang stir mobilnya.
***
Seminggu sebelum pernikahan.
Undangan sudah
disebar seluruhnya, aku tak peduli apa yang sedang terjadi dengan perasaanku.
Yang pasti ini semua tetap harus dijalankan, harus! Sekarang aku bukan hanya
jarang bertemu dengan Andra tapi kami bahkan sering bertengkar, tiba-tiba saja
aku menjadi sentimentil dengan pekerjaannya yang sering bertemu dengan
model-model cantik. Dan Andra yang sering mempermasalahkan aku yang kerap kali makan
malam bersama Aska. Entah mengapa Andra begitu benci melihatku dekat dengan Aska,
seringkali aku mencoba mengerti tapi sesering itu juga aku marah atas Andra
yang tak pernah berusaha mengerti aku. Semuanya, mulai dari pekerjaanku sampai
apa yang sedang aku rasakan. Aku diam untuk menghargai hubungan ini, sebab itu
aku mengalah. Tapi Andra hanya terus menyalahiku atas kecemburuannya.
Dua hari menjelang pernikahan.
Aku berjanji
bertemu Andra setelah selesai syuting. Aku menunggunya di tempat biasa kami
bertemu. Satu jam berlalu, telponnya tak diangkat smspun tak dibalas. Aku masih
menunggu, 90 menit terlewati, aku memutuskan untuk menyusulnya di studio
kantornya. Mungkin Andra terlalu sibuk mengedit hasil jepretannya pikirku. Aku
membelikannya makan malam berharap kami bisa makan bersama di studio tempatnya
bekerja namun semua pupus saat aku melihat seorang wanita sedang menggeliat
manja disamping Andra. Wanita itu lanjut menciumi Andra dan tangannya yang
putih itu mendekap tubuh Andra penuh gairah. Lama aku terdiam menyaksikan
adegan tak pantas itu, aku ingin segera pergi tapi kakiku membeku disitu.
Awalnya Andra bahkan tak berkutik sedikitpun, ia terlihat pasrah mendapatkan
perlakuan wanita itu namun saat tangan wanita itu mulai masuk kedalam baju
Andra, ia pun tak kuasa untuk tak membalas ciuman wanita itu. Brengsek! Tanpa
kusadari aku membuka pintu ruang studio dengan kasar kemudian berlalu secepat
mungkin.
Aku pergi dengan setengah berlari
sambil sesekali memukul-mukul dadaku. Pipiku terlanjur basah dengan air mata,
aku mendengar seseorang mengejarku dari belakang sambil sesekali berteriak
mencoba untuk menghentikan langkahku. Namun semakin ia berteriak memanggilku
semakin cepat pula langkahku. Aku berhenti didepan sebuah ruko kosong dan
mencoba untuk mencari taxi secepatnya. Sialnya taxi tak kunjung datang dan
Andra berhasil menyusulku. Aku menyeka air mataku, sementara Andra terbungkuk
mengatur nafasnya sambil memegangi kedua lenganku.
‘kamu harus dengarkan aku dulu.’
Ujar Andra dengan nafas tak beraturan. Aku melepaskan genggaman tangannya dari
lenganku dengan kasar. ‘Ne, kita udah sejauh ini masak kamu gak mau dengerin
aku dulu? Sebentar aja Ne, atau aku perlu bawa dia kesini juga supaya dia
ngejelasin ke kamu?’
‘untuk apa? Untuk melihat kalian
beradegan mesum?’
‘Ne.. kasi aku kesempatan buat
ngejelasinnya sama kamu. Kamu salah paham!’
‘TAXI!!!’ teriakku saat melihat
mobil sedan biru mendekat. Aku masuk kedalam taxi tanpa mengindahkan Andra
sedikitpun.
***
Hari pernikahan.
Undangan sudah terlanjur disebar,
bahkan gaun pengantin, catering, dan gedung sudah siap semuanya. Setelah hari
itu aku lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kamar, menyendiri, dan tak
banyak bicara.
Aku melihat diriku sendiri didepan
cermin, gaun pengantin yang seharusnya kukenakan dengan raut wajah yang
bahagia, tak seharusnya wajahku terlihat murung seperti ini. Tamu undangan
sudah hampir memenuhi ruangan sementara aku masih duduk terdiam didepan cermin
ruang pengantin. Aku meminta semuanya untuk pergi, meninggalkan aku sendiri
sembari menunggu upacara pernikahan dimulai. Tiba-tiba saja aku teringat dengan
semua cerita teman-temanku saat kita makan siang dikantin kantor dan tentu saja
tentang kemelut yang terjadi di keluargaku. Ayah dan ibuku akan segera bercerai
tepat setelah aku melangsungkan pernikahan, yah..malam itu aku mendengar mereka
membuat keputusan mengenai perceraiaan mereka. Orang tua yang aku pikir adalah
orang tua yang paling romantis ternyata semuanya hanya palsu. Hampir setiap
malam aku mendengar mereka bertengkar, tapi saat didepanku mereka selalu
bersikap manis. Entah apa maksudnya, aku merasa ditipu, ditipu oleh kedua
orangtuaku sendiri.
Benarkah ada pernikahan yang
bahagia? Benarkah ada cinta yang seperti romeo dan julliet? Benarkah masih ada
keluarga yang benar-benar harmonis
Dan mampu bertahan
hingga maut memisahkan mereka? Sanggupkah aku melihat calon suamiku
memperlakukanku dengan kasar? Bisakah aku menerima bila saja calon suamiku
berteriak atau bahkan memukulku nantinya?!
***
Aska berdiri tegap didepan altar
dengan senyum bahagia diwajahnya menanti pintu gereja terbuka dan Ane masuk
dengan gaun pengantinnya yang indah. Namun senyumnya perlahan memudar saat
mengetahui yang keluar dari pintu istimewa itu adalah Anya, adik dari Ane. Anya
menuju altar dengan setengah berlari sambil mengangkat gaun panjangnya sedikit,
sampai di altar Anya menyerahkan selembar kertas pada Aska. Sementara Aska
membaca sepucuk surat itu ayah Ane sibuk mencari Ane disekitar gereja dan
berharap Ane belum pergi terlalu jauh. Tamu undangan perlahan mulai berisik,
menimbulkan suara bisik-bisik dan sibuk berbicara sendiri sambil berspekulasi.
Aska berlari secepat mungkin keluar gereja untuk ikut mencari Ane sedangkan
Anya berlari kepelukan ibunya sambil menyerahkan lembaran kertas kecil lainnya.
Aska berlari dengan kebimbangan
dalam hatinya sementara kertas kecil itu tak lepas dari genggaman tangannya. Ia
terus mengitari gereja kemudian keluar dan menyusuri jalan berharap dapat
menemukan Ane dan segera memeluk wanita itu dengan cinta.
AKU PERCAYA CINTA
TAPI AKU TAK PERNAH
PERCAYA
PERNIKAHAN. AKU TAK YAKIN APAKAH
AKU MAMPU
MENJALANI HIDUP DAN MEMBAGINYA
BERSAMAMU, BUKAN
AKU TAK MENGASIHIMU NAMUN..
SEMUANYA TERASA
BEGITU MUSTAHIL. PERCERAIAAN,
KDRT, DAN SEGALA
HAL YANG MENGERIKAN YANG
DIBALUT DENGAN
IKATAN PERNIKAHAN. MUNGKIN
PERNIKAHAN HANYA
CARA LAIN UNTUK SESEORANG
SALING MENYAKITI
SATU DENGAN YANG LAIN DENGAN
LABEL HALAL.
Aneli Josephian.
***
Dua tahun kemudian.
Seorang pria
berbadan tegap dengan menggunakan pakaian rapi datang dengan membawa sebuket
bunga Lily putih dan sekotak ice cream. Pria itu berbicara dengan seorang
wanita berbaju putih-putih dengan topi kecil putih dikepalanya. Wanita itu
lantas mengantarkan pria tadi kesebuah kamar. Kamar 222, wanita berpakaian
serba putih tadi mempersilahkan pria itu masuk lalu menutup pintu kamar itu
kembali dan pergi.
Pria itu menatap seorang wanita
yang sedang terduduk di atas tempat tidur sambil memainkan rambutnya. Seolah
tau sedang diperhatikan wanita itu lantas balik menatap dan tersenyum saat
meliht pria bertubuh tegap itu. Pria itu berjalan mendekatinya dan meletakkan
sebuket bunga Lily di atas meja kecil disamping tempat tidurnya.
‘kamu mau ice cream?’ tanya pria
itu sambil menunjukkan sekotak ice cream. Wanita itu mengangguk pasti.
‘kamu kemari lagi?’ tanya wanita
itu sambil melahap ice cream yang disuapkan padanya.
‘bahkan setelah kamu mempermalukan
dan menghianatiku.’ Jawab Aska tenang tanpa emosi. ‘dokter bilang kamu sudah
jauh lebih baik,pulanglah bersamaku. Tempat ini bahkan tak pantas untukmu.’
‘berada diantara orang gila
membuatku jauh merasa lebih waras, daripada aku berada diantara orang waras aku
merasa jauh lebih gila dan tak normal. Aku tenang disini, melihat orang-orang
gila itu berkelakuan aneh. Aku akan pergi setelah aku merasa sudah cukup.’
‘kamu bahkan sudah mau berbicara
padaku, tidakkah ini semua sudah cukup?’
Ane tidak menjawab. Ia terus
meminta Aska untuk memasukkan ice cream kedalam mulutnya. Setelah berhasil
kabur dari pernikahan itu Aneli Josephian tinggal dirumah sakit jiwa untuk
perawatan traumatik secara khusus. Ia tak mau berbicara kepada siapapun bahkan
kepada keluarganya sendiri. Selama lebih dari satu tahun ia mendapatkan
perawatan dan akhirnya Aneli mau berbicara kembali setelah perawatan lebih dari
satu tahun. Kini Aska sedang memperjuangkan cintanya, mencoba untuk merebut dan
meyakinkan hati Lilinya yang sempat membeku karna ketakutannya sendiri akan
pernikahan. Hampir setiap hari Aska selalu berkunjung membawakan Ane sebuket bunga
lily kesukaan Ane dan cemilan kecil untuknya. Sementara Ane sedang berjuang
untuk mendapatkan kembali kenormalan dalam hidupnya yang sempat menghilang
selama lebih dari satu tahun.
***
“Sedangkan
seseorang bertahan untuk menunggumu dan bahkan menerimamu dalam keadaan apapun kenapa masih kau
pertanyakan cintanya untukmu? Lihatlah, sejatinya cinta itu tak pernah mengeluh
dan selalu mau sedikit bersabar.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar