Selasa, 14 Agustus 2012


THE WEDDING ‘A’

              Dunia ini penuh dengan orang-orang gila, ada yang gila uang, gila wanita, sampai gila karna hutang. Ada begitu banyak kegilaan dalam hidup. Setiap manusia akan mengalami ‘kegilaan’ itu sendiri, entah itu positif sampai yang negatif. Hah~ aku lelah melihat orang-orang gila seleweran disana-sini. Duduk di warung kopi, memaki-maki ditengah jalan, tertawa di toilet-toilet umum, sampai menangis di depan pintu persidangan. Aku tidak mengaku waras, aku juga bagian dari ‘kegilaan’ yang telah aku sebutkan sebelumnya. Aku memilih untuk menjadi gila daripada harus dibilang gila terlebih dahulu.
***
              Menjadi seorang reporter sebuah televisi swasta yang cukup bonavit adalah impianku sejak lama, dari kecil aku selalu berdecak kagum saat melihat betapa cerdas dan cekatannya reporter di ddalam TV itu melaporkan berita untuk para penikmatnya. Menjalani profesi sebagai reporter tentu ada banyak cerita suka dan dukanya, 4 tahun sudah aku menekuni profesi ini. Sempat untuk ditawari menjadi penyiarnya saja, aku rasa, duduk sambil menyunggingkan senyum dan bergaya di depan kamera serta harus full make up bukan diriku. Aku lebih suka menjelajahi isi dunia ini sendiri sambil membaginya kepada seluruh penonton. Hari ini tepat hari ulang tahunku yang 25, rekan-rekan kantorku telah menyiapkan pesta sendiri untuk merayakannya. Begitu aku kembali ke kantor setelah selesai liputan suara terompet dan nyanyian lagu ‘selamat ulang tahun’ membahana keseluruh ruangan yang tadinya remang mendadak menjadi terang benderang, yang tadinya sepi mendadak menjadi ramai.
              Puji tuhan aku ucapkan sepenuh hati, diumur yang masih cukup muda aku sudah memiliki semua yang aku butuhkan dalam hidup. Pekerjaan yang aku cintai, teman-teman yang sangat peduli padaku, keluargaku yang baik-baik saja bahkan dapat dikatakan bahagia, juga karna Andra. Aku dan Andra telah menjalani hubungan selama 3 tahun dan sampai saat ini hubungan kami baik-baik saja. Dengan segenap rasa syukur dan harapan, ku tiup lilin ulang tahunku, matinya lilin itu disambut tepuk tangan meriah dari semuanya. Rasa lelah setelah liputan tadi terbayar sudah dengan pesta ini. Satu lagi hadiah paling menarik di tahun ini adalah atasanku memberikanku surat yang berisi promosi jabatan untukku. Atas dedikasiku selama 4 tahun dan kinerjaku yang dinilai sangat baik, beliau memutuskan untuk mempromosikanku menjadi seorang produser sebuah acara baru. Tuhan begitu tulus menyayangiku..
              Seminggu berlalu, akhirnya aku berhasil mencapai posisi itu. Dan syuting hari pertama dimulai, semuanya lancar, sampai pada sekmen 4 acara tersebut, aku meminta VT untuk segera diputarkan. Tadinya VT ini dipersiapkan untuk memberikan surprise kepada bintang tamu, tapi..VTnya mendadak berubah. Aku yakin saat memutuskan VT ini boleh diputar atau tidak awalnya tidak seperti ini. Pada menit pertama video terlihat tiga orang yang sedang duduk berdiskusi di suatu ruangan. Tunggu, itu seperti botol keramik yang ada di rumahku, percakapannya tidak terlalu jelas tiba-tiba sebuah tangan menyalami tangan yang lainnya kemudian seseorang terlihat terbungkuk persis seperti orang yang ingin melakukan sungkeman. Pelan-pelan aku dapat mengenali wajah laki-laki itu, Andra. Video itu tidak selesai sampai disitu, kemudian video itu menceritakan awal perjumpaan kami disebuah konser musik lewat gambar animasi. Berkenalan, berteman, hingga berpacaran sampai sekarang. Dimenit-menit trakhir Andra muncul dengan kaos hitam yang ditimpa kemeja kotak-kotak merah, dia berdiri ditepian danau, suasananya remang, mungkin gambar itu diambil saat senja. Awalnya dia hanya terdiam sambil melemparkan senyum manisnya, kemudian ia menarik kertas putih cukup besar dari belakang badannya yang bertuliskan ‘ANE’, Andra menahan tulisan itu untuk sekian detik kemudian secara bergantian mengeluarkan tulisan-tulisan lain yang ia sembunyikan dibalik badannya. Keseluruhan kalimat itu adalah ‘Ane, Will you mary me?’ kemudian diakhiri slide foto-fotoku dan fotoku bersamanya. Aku kaget, tak tau harus berkomentar apa. Yang bisa kulakukan saat itu hanyalah berdiri terdiam menatap slide demi slide berlalu dihadapanku. Sorak riuh penonton yang hadir ke studio, bintang tamu, host, serta seluruh kru membuatku semakin tak sanggup berkata apa-apa. Belum selesai aku dengan kekagetanku tiba-tiba Andra keluar dari arah penonton sambil membawa sebuket bunga Lily. Kamera utama kemudian menyorotnya, dan siaran langsung ini sekarang sedang menayangkan gambar Andra yang sedang berjalan menuju tempatku berdiri. Sekarang, kamera utama menyoroti kami, studio mendadak menjadi gelap dan tiba-tiba lampu sorot menyala dan menerangi kami berdua. Andra tampak begitu canggung, itu terlihat jelas diwajahnya yang tampak begitu tegang. Andra menyerahkan sebuket Lily putih itu kepadaku, aku menerimanya dengan perasaan yang entah bagaimana aku menjelaskannya.
              ‘Ane,seperti yang ada di VT tadi. Will you mary me?’ ujar Andra jelas dan mantap sembari mengeluarkan kotak kecil berwarna biru tua dan membukanya. Ada sebuah cincin indah didalamnya. Andra mengambilnya dan memegangnya dengan jari telunjuk dan jempolnya. Sekali lagi, Andra bertanya padaku dengan lantang ‘Would you be mother from my children?’ dan sudah dapat dipastikan riuh penonton semakin menjadi-jadi, mendominasi keheningan di studio ini. Dan entah mendapatkan kekuatan dari mana tanganku menerima cincin itu sambil mengatakan ‘Ofcourse I will’. Sekali lagi penonton bertepuk tangan sambil bersorak, Andra mendekapku erat, dan studio kembali terang. Aku membalas dekapan Andra, yang ada didalam pikiranku saat itu hanyalah aku sangat mencintainya, kenapa tidak aku ingin memilikinya seutuhnya.
              Keesokan paginya dalam perjalanan menuju kantor aku sudah menyiapkan diriku untuk kemungkinan terburuk, dipecat. Kemarin itu adalah acara live yang disiarkan diseluruh Indonesia dan enatah ada berapa banyak pasang mata yang menyaksikan adegan itu. Begitu aku masuk rekan kerjaku menyambutku dengan sorakan dan tepuk tangan yang meriah, mereka memberikan ucapan selamat kepadaku secara bergantian. Aku hampir menangis, menerima ucapan mereka dengan bahagia dan menyiapkan diriku untuk sebuah kenyataan yang mungkin akan menjadi pahit. Sebenarnya tak apa aku dipecat dari pekerjaanku, toh Andra seorang editor dan photography yang cukup sukses. Ia sering dipakai untuk pemotretan majalah-majalah terkenal, bahkan sudah menjadi editor tetap disebuah rumah produksi film yang cukup besar. Aku yakin bila kami berumah tangga nanti Andra mampu menghidupi dan memenuhi kebutuhanku. Tapi bukan itu poin utamanya, kehilangan pekerjaan yang aku cintai adalah sebuah kehilangan besar. Aku merintisnya dari nol, dari reporter lapangan yang khusus meliputi peristiwa kriminal, kemudian pindah ke politik, hiburan, sampai dapat menjadi seperti saat ini.
              ‘Ne,Pak Hendra tadi nyariin kamu. Dia bilang kalo kamu udah dateng disuruh masuk keruangannya.’ Sambut Yuli, teman dekatku di kantor. Seperti ada petir yang menyambar jantungku. Belum sempat aku menjamah kursiku, Yuli sudah menyampaikan pesan seperti ini. Dengan perasaan pasrah aku bangkit lagi dari kursi yang belum sempat kududuki dan melangkah menuju ruangan Pak Hendra. Belum aku mengetuk pintu, Pak Hendra sudah membuka pintu ruangannya. Aku kaget sekaligus gugup. Aku duduk di sofa yang tersedia dirunagnnya dengan perasaan harap-harap cemas. Pak Hendra membuka laci mejanya kemudian mengeluarkan selembar kertas. Pikiranku sudah melang-lang kemana-mana. Ini kalau bukan surat pemecatan pasti surat pengunduran diri, mungkin aku dimintai untuk mengundurkan diri secara paksa atas kesalahan besar yang telah aku lakukan semalam. Live, itu Live!!
              Pak Hendra duduk dihadapanku dan menyerahkan kertas tadi padaku. Aku menarik nafas panjang, memejamkan mata sebentar kemudian, menghembuskan nafas sambil membuka mataku. DAFTAR RATING PROGRAM TELEVISI, acara talkshow yang disiarkan live semalam mendapatkan posisi teratas. Aku membesarkan mataku untuk memastikan apa yang sedang aku baca saat ini. Pak Hendra kemudian memberikan ucapan selamatnya kepadaku. Di episode pertama sudah bisa memimpin puncak rating itu sungguh keajaiban.

***
              Kami telah menetapkan tanggal pernikahannya. Rencananya tiga minggu lagi pernikahan akan dilangsungkan disebuah gereja yang letaknya dipinggiran danau. Catring makanan sudah siap, gedung pernikahan sudah di booking, undangan tinggal menunggu finishing setelah itu dapat segera disebar, tinggal gaun pengantin dan jas untuk Andra. Kami sudah memilih tema untuk gaun kami dan rencananya sore ini aku kan melakukan fitting bersama Andra. Saat melihat hasil akhir gaun pengantin yang nantinya akan kukenakan menuju altar pernikahan jantungku berdegup cepat karna bahagia. Gaun berwarna pastel dengan kerah shanghai itu terlihat sangat indah di menikin, aku jadi tak sabar untuk mencobanya. Tapi aku harus menunggu Andra, dia berjanji akan segera datang menemuiku untuk mencoba baju bersama. Saat aku sedang melihat-lihat gaun pernikahan yang lain, telponku berdering. Andra.
              ‘halo? Kamu di mana?’ sambutku dengan pertnyaan.
              ‘sayang..aku minta maaf, aku masih belum selesai dengan kerjaan aku. Mas Anggitnya sekarang juga ada disini jadi aku gak enak mau pergi gitu aja. Kamu coba gaunnya sendiri gak apakan? Jas aku pasti udah pas kok, aku percaya aja.’
              ‘tapi sayang, kamukan udah janji? Dito kemana? Kenapa gak minta Dito aja yang gantiin kamu, mas Anggit juga pasti ngerti lah..’
              ‘Inneke, adiknya Dito masuk rumah sakit sayang, tadi aja dia ijin pulang cepet sama aku. Maaf ya sayang, aku janji hari ini bakal aku ganti. Ya udah, nanti pas udah dicoba jangan lupa kirim fotonya ke aku ya, love you.’ Telpon ditutup.
              ‘tapi sa..-‘ aku melipat telponku kesal. ‘Ka, kamu dimana?’ sapaku menelpon Aska, teman dekatku.
              ‘dijalan, kenapa Li?’
              ‘bisa temenin aku gak?’
              ‘kemana?’
              ‘nyobaiin gaun pengantin aku, aku udah di wedding house. Kamu kesini ya, please..’ seruku memohon.
              ‘ya udah,aku lagi dideket situ juga kebetulan. Nih, aku udah nyampe.’
              ‘langsung masuk aja ya.’ Telpon ditutup.
              Aku menyambut kedatangan Aska dengan bahagia. Aska adalah teman baikku sejak kuliah, kita berdua memang berbeda kampus tapi kita sudah saling kenal sejak lama. Awalnya sih karna berteman di jejaring sosial dan pertemanan kita berlanjut sampai sekarang. Aska adalah seorang pegawai kantoran, pakaiannya selalu rapi dengan kemeja, dasi, lengkap dengan sepatu kulit mengkilapnya, sangat bertolak belakang dengan Andra. Aska selalu siap disituasi apapun saat aku butuhkan sementara Andra tak jarang mengabaikanku dengan segala kesibukannya.
              ‘Andra mana? Kok pengantin prianya malah gak keliatan?’ tanya Aska sambil mengeluarkan rokoknya.
              ‘heh,liat tuh (menunjuk ke tulisan “no smoking area”) kebiasaan deh, heran ~’
              ‘gak apa-apa kebiasaan merokok dari pada kebiasaan ninggalin pacar sendiri, udah mau jadi calon istri sekarang malah.’ Sindirnya sambil tersenyum.
              ‘resek banget sih! Udah nih pegangin, aku mau nyoba gaunnya dulu. Kamu jangan kemana-mana, disini aja.’
              ‘iya bawel. Sana cepet cobaiin.’
              Aku masuk kedalam kamar pas, dengan dibantu oleh seorang karyawati dari wedding house aku mencoba gaun pernikahanku. Karyawati itu menambahkan beberapa aksesoris untuk mempercantik penampilanku, setelah selesai dengan rambutku, aku keluar dari kamar pas itu dan berjalan mendekati Aska yang sedang duduk sambil membaca majalah.
              ‘Ka, gimana? Bagus gak? Pas gak di aku?’ tanyaku penuh semangat. Aska menatapku lama tanpa kata. ‘  woy! Bagus gak?’ tanyaku sekali lagi sambil berputar dihadapannya.
              ‘cantik. Cantik pake banget, bangetnya malah 100 kali.’
              ‘apaan sih, gak usah lebay deh.’ Jawabku tersipu.
              ‘yah emang kamunya cantik, mau diapaiin juga tetep cantik. Pake baju kayak begini pula, yah tambah cantik. Tapi Li, kayaknya rambutnya gak usah digulung gitu deh.’
              ‘kenapa? Bukannya orang nikahan biasanya kayak gini?’
              ‘iya sih, tapi.. kalo diurai pasti lebih cantik. (Aska menarikku kedepan cermin) diginiin aja, nah.. maniskan?’
              Aku melihat bayanganku didepan cermin bersama Aska. Mungkin Aska benar, aku jauh terlihat lebih santai namun kesan anggun tetap tidak hilang. Bila digulung tadi aku tampak jauh lebih dewasa, dengan gaya rambut yang disarankan Aska ini aku terlihat apa adanya, tidak terlalu dewasa tapi tetap anggun.
              ‘gimana mba? Puas dengan hasilnya?’ tanya Tante Ayu, designerku.
              ‘puas banget tan. Makasih ya..’ Ujarku berseri-seri sambil sesekali berputar didepan cermin, gaun ini indah sekali.
              ‘mba wes ayu tenan. Loh tapi, calon pengantin prianya mana? Gak ikutan nyoba bajunya sekalian?’
              ‘dia masih ada kerjaan, jadi gak bisa ikut. Tadinya juga mau pergi sama dia sih..’ jawabku tanpa memalingkan pandanganku dari depan cermin.
              ‘ooh..gitu. tak pikir tadi calonnya wes ganti.’ Gurau tante Ayu sambil tertawa. ‘sopo iki? Masmu?’
              ‘oh,iya sampe lupa. Kenalin tan, ini Aska. Teman baik aku dari kuliah dulu. Aska ini tante Ayu, designer baju pengantin aku sama Andra.’ Tante Ayu dan Aska saling berjabat tangan. ‘ oh iya Ka, kamu yang cobaiin bajunya Andra aja gimana? Sekalian, ngumpung kamu disini juga. Lagiankan badan kamu sama Andra beda tipis. Mau ya?!’
              ‘wes, pamali!! Jangan. Biar nanti Andranya aja yang coba kalo udah gak sibuk lagi.’

***
Dua minggu menjelang pernikahan.
              Aku dan Andra mengambil undangan di percetakan, setelah menamai masing-masing undangan kami memisahkannya. Rencananya besok aku dan Andra mulai menyicil untuk menyebar undangan ini. Ada sekitar 800an tamu undangan yang terdaftar, mulai dari teman-temanku, teman-temannya Andra, kerabat, kenalan orang tua kami sampai tetangga disekitar rumah. Aku dan Andra mulai menyari souvenir untuk para tamu, mulai dari towel, notes, sampai pada gelas lilin. Dan pilihan kami jatuhkan pada tiruan mawar putih, jadi setiap tamu yang datang akan diberikan setangkai tiruan mawar putih. Souvenir itu kami pilih berdasarkan filosofi yang terkandung didalamnya. Mawar putih melambangkan kesucian dan kesakralan pernikahan kami sementara kenapa kami memilih imitasi, itu agar mawarnya dapat mereka simpan dalam waktu yang sangat lama. Begitu juga yang kami inginkan dalam pernikahan kami, langgeng.
              Kami juga segera memilih dekorasi untuk gereja yang rencananya resepsinya juga akan dilangsungkan dalam waktu yang bersamaan. Jadi setelah pemberkatan kami akan melangsungkan resepsi di halaman belakangnya yang berbataskan danau. Karna aku sangat menyukai bunga lily jadi aku meminta agar bunga lily mendominasi dekorasi. Dan pada halaman belakang kami akan mengusung konsep garden party, jadi tidak memerlukan tenda untuk menutupi. Karna resepsi akan dilangsungkan hingga pukul 8 malam, aku ingin saat senja sampai malam taman menjadi terlihat eksotis serta romantis. Untuk itu aku meminta lilin-lilin yang akan terapung di danau, beberapa lampion yang menjadi pemanis taman, taburan kelopak mawar putih disepanjang karpet menuju tempatku dan Andra bertahta nantinya juga aku menambahkan lilin-lilin yang dilindungi gelas-gelas kaca mungil disepanjang karpet itu. Ini akan menjadi pernikahan termanis untukku.

Seminggu menjelang pernikahan.
              ‘Eh, udah tau berita terbaru tentang Lita gak?’ seru Yesi semangat membuka pembicaraan diantara kami.
              ‘Lita? Yang anak produksi itu? Emangnya ada apa sama dia?’ sambung Helen sambil menyuap makanannya.
              ‘serius belom pada tau?’
              ‘ ada apa sih emangnya? penting banget kayaknya?’ tanyaku penasaran sambil menyendok es buahku.
              ‘Lita udah talak 2, padahal baru 2 bulan nikah. Parah banget gak tuh?!’
              ‘hah? Prasaan baru kemarin nyebarin undangan, udah main cerai aja.’ Tambah Yuli.
              ‘kok bisa?’ tanyaku mulai tertarik.
              ‘katanya sih suaminya selingkuh,makanya Lita minta cerai. Lagian masih muda gini udah cepet-cepet nikah aja, banyak godaanya masih. Gak tau laki-laki sih.’ Ujar Yesi diakhiri tawa.
              ‘ciyeh yang benter lagi mau married, benter lagi jadi istri nih.’ Goda helen diikuti yang lainnya.
              ‘kenapa buru-buru Ne? Kan kamu masih muda, karier juga oke. Masih punya kemungkinan buat dapat yang lebih dari Andrakan.’ Goda Yesi disambut tawa yang lainnya.
              ‘eh jangan gitu, Ane pacaran sama Andra mah udah lama. Mana mempan digodaiin sama cowok lain juga, iya gak Ne?’ bela Yuli. Aku hanya menjawabnya dengan tawa kecil.
              ‘setia dong si Ane. Tapi Ne, kamu udah mantep banget mau nikah?’
              ‘ya iyalah, kalau gak seyakin ini mana mungkin sampe cetak undangan.’
              ‘apa kamu siap buat liat Andra setiap hari? Bangun tidur udah liat dia aja, bau badannya sepulang kerja, belum lagi sifat-sifatnya yang nanti baru ketauan pas kalian udah seatap.’
              ‘iya Ne, bukannya kamu orangnya bosenan? Berumah tangga itu bukan untuk sehari dua hari, atau seminggu dua minggu, tapi untuk selama-lamanya.’
              ‘kalau bosenkan tinggal cerai aja.’ Jawabku nyeleneh.
              ‘serius?! Gila kamu! (mereka semua tertawa) ngomong-ngomong si Aska gimana?’
              ‘gimana apanya?’
              ‘ya elah Ane, dia nunguiin kamu bertahun-tahun, masak gak sadar-sadar juga? Udahla buat aku aja gimana, boleh gak?’
              ‘enak aja. Aska mah kebaikan buat kamu!’
              ‘eh,eh.. liat nih. Ada artis yang jadi korban KDRT,astaga baru 2 minggu nikah udah jadi korban KDRT, ck.ck.ck.ck.’
              ‘mana? mana? Loh, bukannya dia yang dulu waktu pacaran mesra banget? Sampe males liatnya, dimana-mana sok mesra-mesraan gitu. Gak nyangka ternyata suaminya kayak gitu, ih amit-amit deh dapat yang begitu.’
              ‘iya padahal waktu sebelum nikah kayaknya sweet couple banget, eh taunya.. ini nih yang bikin aku ragu cepet-cepet nikah. Yang pacaran 7 tahun aja bisa putus cuma karna masalah sepele, gimana kalo nikah ntar yang kita mesti hidup sama dia buat selamanya tanpa batas waktu.’
              ‘kamu sama Andra udah berapa lama Ne?’ tanya Helen yang entah mengapa membuatku tersedak.
              ‘tiga tahun.’ Jawabku sambil meneguk menimumanku
              ‘Ne,itu yang satu lagi gimana? Siapa namanya? Aska, Aska gitukan?’
              ‘kenapa lagi Aska?’
              ‘bukannya kamu sama dia udah kenal dari kuliah ya? Kenapa gak sama dia aja?’
              ‘ia,gak kalah manis kok sama Andra. Ato..gimana kalo Aska buat aku aja. Boleh ya Ne?’ ujar Helen centil
              ‘Gak tau ah, gelap.’

***
              Entah mengapa perbincangan di kantin kantor kemarin benar-benar mengganggu pikiranku, semakin melihat banyak tayangan ditelevisi yang menceritakan tentang bagaimana lika liku pernikahan membuatku semakin berpikir berulang kali, sudah bijakkah keputusan yang aku pilih ini? Aku teringat yang Helen katakan, bagaimana dengan Aska? Slama ini aku bahkan bersikap seolah-olah aku tak mengetahui perasaannya, mengabaikannya. Aku tak ingin Aska pergi, tapi aku juga tak mau membenarkan apa yang ia rasakan kepadaku. Aku tau bahwa Aska slama ini menyukaiku dan menyayangiku tapi..sudahlah..toh pada akhirnya undangan ini tertuliskan namaku dan Andra.
              Berita tentang KDRT, membuatku teringat sifat Andra yang tempramental dan begitu sensitif. Berita perceraian, membuatku mempertanyakan kesetiaan Andra kepadaku setelah slama ini kami sempat beberapa kali putus karna aku begitu cemburu bila Andra sangat dekat dengan salah satu modelnya. Mampukah Andra terus mencintaiku dan menyayangiku? Sementara diluar sana ia terus bertemu dengan wanita-wanita yang lebih cantik, lebih pintar dan lebih menarik dariku?
              Selasa dini hari, aku keluar dari kamarku untuk mencari makanan ringan di dalam kulkas. Saat aku sedang meneguk segelas air putih, aku melihat lampu kamar orang tuaku masih menyala terang. Kulihat jam dinding, pukul 01: 22. Entah apa yang menarikku kesana, tiba-tiba saja aku menyadari diriku telah tepat berdiri didepan pintu kamar kedua orang tuaku.  Samar-samar aku mendengar percakapan mereka berdua. Tak lama badanku dibuat tak mampu bergerak, seperti ada sesuatu yang baru saja menghentakkan jantungku. Tanganku gemetar dan mulai melemah, buru-buru  kulari kedapur untuk minum segelas air agar aku lebih tenang. Aku mencoba untuk sadar sesadar sadarnya, dan memang apa yang baru saja aku dengar itu adalah sebuah kenyataan.
              Entah mengapa pikiranku mendadak menjadi kalut, aktivitasku menjadi berantakan, syutingpun tak begitu kuperhatikan. Aku lebih banyak berdiam diri dan merenung. Aku takut. Takut bila keputusan ini benar-benar salah, benar-benar terlalu buru-buru seperti yang dikatakan teman-temanku.
              Mungkin ini akan jauh lebih baik bila Andra lebih peduli padaku, semakin dekat tanggal pernikahan kami Andra malah semakin disibukkan dengan jadwal pemotretan dan deadline film editannya, dan itu membuat kami semakin sulit bertemu, bahkan saat dia pulang aku sudah benar-benar tertidur hingga tak sempat berkomunikasi. Singkatnya kami krisis komunikasi. Aska malah entah mengapa malah menjadi sering menemaniku, tak jarang aku makan malam bersamanya diluar. Aska berbagi cerita padaku membuatku merasa begitu dekat, nyaman, dan lebih dihargai sebagai seorang manusia. Memang itulah yang membuat kami sejak dulu dekat.
              ‘ada apa Li? Dari beberapa hari yang lalu keliatan mumet banget?’
              ‘ah? Enggak ada apa-apa.’ Jawabku tergagap sambil terus menatap jalan yang ada didepanku.
              ‘ribut sama Andra?’ tebak Aska
              ‘gak. Gak tau nih tiba-tiba jadi kepikiran terus.’
              ‘soal?’
              ‘semuanya. Andra jadi lebih sering nyuekin aku, makin deket tanggalnya dia malah makin sibuk sama urusannya. Padahal bukan cuma dia ajakan yang punya kerjaan, nyatanya aku bisa bagi waktu. Kenapa dia enggak?’
              ‘dia sibuk juga buat kamu. Memangnya kalau kalian sudah menikah nanti kalian mau makan apa? Makan cinta? Enggakkan!?’
              ‘iya aku tau. Tapi tuh..-‘
              ‘memang lagi banyak kerjaan kali. Pikir positifnya aja kenapa?’
              ‘(menghembuskan nafas) aku jadi..tiba-tiba jadi ragu sama rencana pernikahan ini, Ka.’
              ‘maksud kamu?’
              ‘ya..aku ragu sama semuanya. Aku juga gak tau kenapa? Semuanya datang diwaktu yang hampir bersamaan. Aku gak ngerti Ka.’ Ucapku dengan dada yang terasa sesak.
              ‘(Aska menepikan mobilnya) dengar Li, aku relaiin ini semua supaya kamu bahagia, bukan buat ngeliat kamu jadi nangis kayak gini. Sebenarnya kamu sama Andra kenapa?’
              ‘masalahnya gak hanya sama Andra, tapi juga.. ah,udah deh. Aku capek.’ Jawabku ketus sambil mengusap air mata. Aska lama menatapku, seolah sedang berusaha membaca hati dan pikiranku kemudian ia mengusap kepalaku beberapa kali.
              Aska diam, akupun diam. Yang terdengar jelas hanya suara Kaka Slank yang sejak tadi tak lelah bernyanyi. Aku membuka dashboard mobil Aska, ada sekotak tomat buah  didalamnya. Sejak kapan Aska suka tomat buah? Dia bahkan tak pernah makan sayur.
              ‘ini..-‘ belum sempat aku menyelesaikan kalimatku Aska telah menjawabnya cepat.
              ‘cuma buat kamu. Aku juga gak tau kenapa, setiap kali aku liat itu aku ingat kamu. Begitu sebaliknya. Sore tadi, aku beli itu entah buat siapa. Bisa membelinya kemudian mengingatmu sudah terasa begitu melegakan.’ Sahut Aska datar.
              Aku tertegun, terdiam, berpikir, dan termenung. Ku ambil satu tomat buah itu lalu memakannya. Rasanya manis dan gurih. Aku menangis kembali, Aska hanya tak berhenti mengelus kepalaku sambil tangan sebelahnya terus memegang stir mobilnya.

***
              Seminggu sebelum pernikahan.
Undangan sudah disebar seluruhnya, aku tak peduli apa yang sedang terjadi dengan perasaanku. Yang pasti ini semua tetap harus dijalankan, harus! Sekarang aku bukan hanya jarang bertemu dengan Andra tapi kami bahkan sering bertengkar, tiba-tiba saja aku menjadi sentimentil dengan pekerjaannya yang sering bertemu dengan model-model cantik. Dan Andra yang sering mempermasalahkan aku yang kerap kali makan malam bersama Aska. Entah mengapa Andra begitu benci melihatku dekat dengan Aska, seringkali aku mencoba mengerti tapi sesering itu juga aku marah atas Andra yang tak pernah berusaha mengerti aku. Semuanya, mulai dari pekerjaanku sampai apa yang sedang aku rasakan. Aku diam untuk menghargai hubungan ini, sebab itu aku mengalah. Tapi Andra hanya terus menyalahiku atas kecemburuannya.

              Dua hari menjelang pernikahan.
Aku berjanji bertemu Andra setelah selesai syuting. Aku menunggunya di tempat biasa kami bertemu. Satu jam berlalu, telponnya tak diangkat smspun tak dibalas. Aku masih menunggu, 90 menit terlewati, aku memutuskan untuk menyusulnya di studio kantornya. Mungkin Andra terlalu sibuk mengedit hasil jepretannya pikirku. Aku membelikannya makan malam berharap kami bisa makan bersama di studio tempatnya bekerja namun semua pupus saat aku melihat seorang wanita sedang menggeliat manja disamping Andra. Wanita itu lanjut menciumi Andra dan tangannya yang putih itu mendekap tubuh Andra penuh gairah. Lama aku terdiam menyaksikan adegan tak pantas itu, aku ingin segera pergi tapi kakiku membeku disitu. Awalnya Andra bahkan tak berkutik sedikitpun, ia terlihat pasrah mendapatkan perlakuan wanita itu namun saat tangan wanita itu mulai masuk kedalam baju Andra, ia pun tak kuasa untuk tak membalas ciuman wanita itu. Brengsek! Tanpa kusadari aku membuka pintu ruang studio dengan kasar kemudian berlalu secepat mungkin.
              Aku pergi dengan setengah berlari sambil sesekali memukul-mukul dadaku. Pipiku terlanjur basah dengan air mata, aku mendengar seseorang mengejarku dari belakang sambil sesekali berteriak mencoba untuk menghentikan langkahku. Namun semakin ia berteriak memanggilku semakin cepat pula langkahku. Aku berhenti didepan sebuah ruko kosong dan mencoba untuk mencari taxi secepatnya. Sialnya taxi tak kunjung datang dan Andra berhasil menyusulku. Aku menyeka air mataku, sementara Andra terbungkuk mengatur nafasnya sambil memegangi kedua lenganku.
              ‘kamu harus dengarkan aku dulu.’ Ujar Andra dengan nafas tak beraturan. Aku melepaskan genggaman tangannya dari lenganku dengan kasar. ‘Ne, kita udah sejauh ini masak kamu gak mau dengerin aku dulu? Sebentar aja Ne, atau aku perlu bawa dia kesini juga supaya dia ngejelasin ke kamu?’
              ‘untuk apa? Untuk melihat kalian beradegan mesum?’
              ‘Ne.. kasi aku kesempatan buat ngejelasinnya sama kamu. Kamu salah paham!’
              ‘TAXI!!!’ teriakku saat melihat mobil sedan biru mendekat. Aku masuk kedalam taxi tanpa mengindahkan Andra sedikitpun.
***
Hari pernikahan.
              Undangan sudah terlanjur disebar, bahkan gaun pengantin, catering, dan gedung sudah siap semuanya. Setelah hari itu aku lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kamar, menyendiri, dan tak banyak bicara.
              Aku melihat diriku sendiri didepan cermin, gaun pengantin yang seharusnya kukenakan dengan raut wajah yang bahagia, tak seharusnya wajahku terlihat murung seperti ini. Tamu undangan sudah hampir memenuhi ruangan sementara aku masih duduk terdiam didepan cermin ruang pengantin. Aku meminta semuanya untuk pergi, meninggalkan aku sendiri sembari menunggu upacara pernikahan dimulai. Tiba-tiba saja aku teringat dengan semua cerita teman-temanku saat kita makan siang dikantin kantor dan tentu saja tentang kemelut yang terjadi di keluargaku. Ayah dan ibuku akan segera bercerai tepat setelah aku melangsungkan pernikahan, yah..malam itu aku mendengar mereka membuat keputusan mengenai perceraiaan mereka. Orang tua yang aku pikir adalah orang tua yang paling romantis ternyata semuanya hanya palsu. Hampir setiap malam aku mendengar mereka bertengkar, tapi saat didepanku mereka selalu bersikap manis. Entah apa maksudnya, aku merasa ditipu, ditipu oleh kedua orangtuaku sendiri.
              Benarkah ada pernikahan yang bahagia? Benarkah ada cinta yang seperti romeo dan julliet? Benarkah masih ada keluarga yang benar-benar harmonis
Dan mampu bertahan hingga maut memisahkan mereka? Sanggupkah aku melihat calon suamiku memperlakukanku dengan kasar? Bisakah aku menerima bila saja calon suamiku berteriak atau bahkan memukulku nantinya?!

***
              Aska berdiri tegap didepan altar dengan senyum bahagia diwajahnya menanti pintu gereja terbuka dan Ane masuk dengan gaun pengantinnya yang indah. Namun senyumnya perlahan memudar saat mengetahui yang keluar dari pintu istimewa itu adalah Anya, adik dari Ane. Anya menuju altar dengan setengah berlari sambil mengangkat gaun panjangnya sedikit, sampai di altar Anya menyerahkan selembar kertas pada Aska. Sementara Aska membaca sepucuk surat itu ayah Ane sibuk mencari Ane disekitar gereja dan berharap Ane belum pergi terlalu jauh. Tamu undangan perlahan mulai berisik, menimbulkan suara bisik-bisik dan sibuk berbicara sendiri sambil berspekulasi. Aska berlari secepat mungkin keluar gereja untuk ikut mencari Ane sedangkan Anya berlari kepelukan ibunya sambil menyerahkan lembaran kertas kecil lainnya.
              Aska berlari dengan kebimbangan dalam hatinya sementara kertas kecil itu tak lepas dari genggaman tangannya. Ia terus mengitari gereja kemudian keluar dan menyusuri jalan berharap dapat menemukan Ane dan segera memeluk wanita itu dengan cinta.


                                                
                               AKU PERCAYA CINTA TAPI AKU TAK PERNAH
                               PERCAYA PERNIKAHAN. AKU TAK YAKIN APAKAH
                               AKU MAMPU MENJALANI HIDUP DAN MEMBAGINYA
                               BERSAMAMU, BUKAN AKU TAK MENGASIHIMU NAMUN..
                               SEMUANYA TERASA BEGITU MUSTAHIL. PERCERAIAAN,                 
                               KDRT, DAN SEGALA HAL YANG MENGERIKAN YANG
                               DIBALUT DENGAN IKATAN PERNIKAHAN. MUNGKIN
                               PERNIKAHAN HANYA CARA LAIN UNTUK SESEORANG
                               SALING MENYAKITI SATU DENGAN YANG LAIN DENGAN
                               LABEL HALAL.    
                                                                                                      Aneli Josephian.

***
              Dua tahun kemudian.
Seorang pria berbadan tegap dengan menggunakan pakaian rapi datang dengan membawa sebuket bunga Lily putih dan sekotak ice cream. Pria itu berbicara dengan seorang wanita berbaju putih-putih dengan topi kecil putih dikepalanya. Wanita itu lantas mengantarkan pria tadi kesebuah kamar. Kamar 222, wanita berpakaian serba putih tadi mempersilahkan pria itu masuk lalu menutup pintu kamar itu kembali dan pergi.
              Pria itu menatap seorang wanita yang sedang terduduk di atas tempat tidur sambil memainkan rambutnya. Seolah tau sedang diperhatikan wanita itu lantas balik menatap dan tersenyum saat meliht pria bertubuh tegap itu. Pria itu berjalan mendekatinya dan meletakkan sebuket bunga Lily di atas meja kecil disamping tempat tidurnya.
              ‘kamu mau ice cream?’ tanya pria itu sambil menunjukkan sekotak ice cream. Wanita itu mengangguk pasti.
              ‘kamu kemari lagi?’ tanya wanita itu sambil melahap ice cream yang disuapkan padanya.
              ‘bahkan setelah kamu mempermalukan dan menghianatiku.’ Jawab Aska tenang tanpa emosi. ‘dokter bilang kamu sudah jauh lebih baik,pulanglah bersamaku. Tempat ini bahkan tak pantas untukmu.’
              ‘berada diantara orang gila membuatku jauh merasa lebih waras, daripada aku berada diantara orang waras aku merasa jauh lebih gila dan tak normal. Aku tenang disini, melihat orang-orang gila itu berkelakuan aneh. Aku akan pergi setelah aku merasa sudah cukup.’
              ‘kamu bahkan sudah mau berbicara padaku, tidakkah ini semua sudah cukup?’
              Ane tidak menjawab. Ia terus meminta Aska untuk memasukkan ice cream kedalam mulutnya. Setelah berhasil kabur dari pernikahan itu Aneli Josephian tinggal dirumah sakit jiwa untuk perawatan traumatik secara khusus. Ia tak mau berbicara kepada siapapun bahkan kepada keluarganya sendiri. Selama lebih dari satu tahun ia mendapatkan perawatan dan akhirnya Aneli mau berbicara kembali setelah perawatan lebih dari satu tahun. Kini Aska sedang memperjuangkan cintanya, mencoba untuk merebut dan meyakinkan hati Lilinya yang sempat membeku karna ketakutannya sendiri akan pernikahan. Hampir setiap hari Aska selalu berkunjung membawakan Ane sebuket bunga lily kesukaan Ane dan cemilan kecil untuknya. Sementara Ane sedang berjuang untuk mendapatkan kembali kenormalan dalam hidupnya yang sempat menghilang selama lebih dari satu tahun.

***
      “Sedangkan seseorang bertahan untuk menunggumu dan bahkan menerimamu dalam keadaan apapun kenapa masih kau pertanyakan cintanya untukmu? Lihatlah, sejatinya cinta itu tak pernah mengeluh dan selalu mau sedikit bersabar.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar