Jumat, 10 Juni 2011

The Moon


THE MOON

                Sejuknya udara pagi ini membangunkanku dari tidur lelapku. Kulihat weker yang terletak disamping tempat tidurku pukul 05.30 pagi, ku raih handphoneku.  Tiga panggilan tak terjawab dari Dani dan satu sms darinya juga.

                        TAK TAU ADA APA, MALAM INI
                        AKU BEGITU MERINDUKANMU.
                        TIDURLAH SAYANGKU, AKU HANYA
                        INGIN MENGATAKAN GOOD NIGHT
                        MY MOON..
                        YOU KNOW I LOVE YOU SO MUCH.

Kurapikan tempat tidurku lalu kusibak gorden jendela kamarku. Kulihat rintik hujan yang menempel diluar jendela dan gerimis masih membasahi jalanan didepan rumah kostanku. Pagi ini udara begitu dingin mungkin karna hujan deras yang turun semalaman dan masih menyisakan gerimis hingga pagi ini. Kutatap kamarku menyeluruh. Rasanya aku akan sangat merindukan kamar ini. Ku buat moccacino hangat lalu aku duduk ditepi jendela kamarku. Titik-titik hujan yang menempel dikaca jendela kamarku menambah sejuknya suasana pagi ini, jalanan begitu sepi, dan genangn air di mana-mana. Lampu taman dan beberapa lampu jalan masih tetap menyala. Kuteguk moccacino hangatku saat tiba-tiba senyuman Dani melintas begitu saja didepan mataku, tawa riangnya, dan wajahnya yang tembem itu. Tiba-tiba saja aku begitu merindukan Dani, Warewolfku. Pasti jam segini dia masih tertidur dengan selimut srigalanya yang tebal, bisikku dalam hati.
                   Tanpa berpikir panjang ku raih kunci motorku dan jaket tebal untuk melindungiku dari dinginnya udara hari ini dan dari rintik hujan. Kubuka pintu kamarku, langkahku terhenti kulihat sekali lagi kamarku menyeluruh dari sudut ke sudut dan sebuah kalender besar bergambar kodok pemberian Dani,5 Agustus 2010. Ku hembuskan nafasku panjang lalu kututup pintu kamarku dan segera menuruni tangga, mengambil motor dan melaju dijalanan yang masih basah itu. Rumah Dani tak begitu jauh dari kostanku tinggal melewati tikungan depan setelah itu belok kiri dan sampailah di kontrakannya yang tak begitu besar.
                   Satu pesan singkat kukirim kenomornya.

                        MORNING WAREWOLF..
                        I’M ON MY WAY TO YOUR HOME.
                        I MISS YOU SO.
                        YOU KNOW, I LOVE YOU TOO.

Ntah mengapa kalimat terakhir terasa begitu getir untuk kuketik. Ku buyarkan pikiranku lalu ku fokuskan kejalanan dan shitt!! Sebuah mobil menyipratku, aku mengumpat didalam hati. Dan ouh.. nyaris saja sebuah mobil innova hitam menabrakku. Kalo tidak aku pasti akan terlempar ke pembatas jalan itu pikirku dalam hati.

* * *
            Tiba-tiba malam tlah menyelimuti langit saat aku sampai dirumah Dani. Kulihat jam di handphoneku, pukul 23.00 aku mencoba mengingat kemana saja aku hingga selarut ini sampai dirumah Dani. Tapi tak berhasil, yang kudapati hanyalah kepalaku semakin sakit saat mencoba mengingat. Aku ingin mengetuk pintu rumahnya saat ku dengar Dani menangis. Ku urungkan niatku dan memilih mengintip dari jendela kamarnya. Ku lihat dia yang sedang duduk diatas tempat tidur memunggungiku. Dani tertunduk kedua tangannya tampak menutupi wajahnya. Aku ingin menemaninya tapi ku rasa lebih baik jika ia kutinggal sendiri, menurutku dia pasti butuh waktu untuk sendiri malam ini.
                   Aku kembali ke kostanku. Tubuhku terasa sakit semua, dan aku merasakan lelah yang begitu menyiksa. Tangan kiriku terasa ngilu. Sebelumnya aku tak pernah merasa seperti ini. Satu lagi, jiwaku terasa hampa. Melihat Dani menangis pilu sepeti tadi rasanya menyiksa raga dan batinku. Kuhempaskan tubuhku dan mencoba untuk tertidur namun tak bisa. Aku terus gelisah hingg jam dinding kodok dikamarku menunjukkan pukul 02.15 pagi.

* * *

                   Sejuknya udara pagi ini membangunkanku dari tidur lelapku. Kulihat weker yang terletak disamping tempat tidurku pukul 05.30 pagi, ku raih handphoneku.  Tiga panggilan tak terjawab dari Dani dan satu sms darinya juga.

                        TAK TAU ADA APA, MALAM INI
                        AKU BEGITU MERINDUKANMU.
                        TIDURLAH SAYANGKU, AKU HANYA
                        INGIN MENGATAKAN GOOD NIGHT
                        MY MOON..
                                                YOU KNOW I LOVE YOU SO MUCH.

Kurapikan lalu aku menyibak gorden jendela kamarku. Kulihat rintik hujan yang menempel diluar jendela dan grimis masih membasahi jalanan didepan rumah kostanku. Pagi ini udara begitu dingin mungkin karna hujan deras  yang turun semalaman dan masih menyisakan gerimis hingga pagi ini. Aku mengambil selimut yang tadi sudah kulipat untuk menyelimuti tubuhku. Rasanya pagi kemarin terulang lagi dipagi ini.
                   Seminggu berlalu.
Aku selalu bangun ketika gerimis masih membasahi jalanan didepan kostanku dan udaranya terus sama sudah seminggu. Semuanya sama sejak seminggu yang lalu tak ada yang berubah, dan yang berbeda hanya sudah seminggu ini Dani tak menghubungiku. Ku putuskan untuk pergi kerumahnya. Jalanan yang sama dengan cipratan yang sama dikaki kananku. Lagi.. setiap aku kerumah Dani tiba-tiba malam tlah mengganti pagiku.
                   Ku lihat Dani tertidur pulas ditempat tidurnya. lonceng angin yang kuberikan padanya kini berpindah tempat. Dulu ia gantungkan didepan pintu, malam ini aku lihat gantungan ini tepat berada didepan jendela. Tiba-tiba semilir angin berhembus, menggoyangkan lonceng angin pemberianku. Lonceng angin yang kubeli dari pameran sebulan yang lalu, lonceng angin dengan berkepalakan srigala dan bulan purnama, simbol kami berdua. Mata Dani tiba-tiba terbuka, aku tersenyum melihatnya. Lalu ia berjalan ke arah jendela, namun wajahnya terlihat getir. Aku mengerutkan keningku. Lama Dani menatapku namun tatapannya kosong padahal aku tlah melempar senyumku padanya. Dan dengan cepat ditariknya semacam gorden plastik itu hingga menutup jendela kamarnya. Hatiku tercabik. Ribuan belati serasa menikam tubuhku. Apa maksud Dani dengan semua ini? Apa dia tak melihatku?
                   Aku kembali kerumah dengan gontai, lalu ku coba menenangkan diri dengan tidur. Namun seperti biasa aku kembali tak dapat tertidur. Ku lihat jam yang berbentuk trapesium, tunggu.. kemana perginya jam kodokku? Ku perhatikan sekeliling kamarku. Semuanya berubah. Tak ada lagi jam wekerku di samping tempat tidurku. Tempat tidur ini juga sudah tak lagi berada ditengah ruangan tapi tlah berpindah kedekat jendela. Salibku? Kemana salib yang ku gantung di atas tempat tidurku? Yang ku kalungkan rosario biru laut, ke mana perginya? Siapa yang mengubah kamarku? Dan kapan aku membeli jam trapesium itu? Seingatku.. kepalaku sakit. Aku tak bisa mengingat.

* * *

            Tanggal 5 September, grimis. Ku lihat Dani keluar dari rumahnya. Ku ikuti dia dari belakang. Dia berjalan menuju toko bunga yang bersebrangan dengan rumahnya. Seikat lily putih ia beli. Untuk siapa? Bunga itu hanya akan ia berikan saat ulang tahunku atau setiap bulan ditanggal kita jadian dan sepertinya ini bukan tanggal kita jadian. Lalu ia kembali kerumahnya untuk mengambil motornya dan Danipun pergi dengan motornya. Kukejar dia dengan skuterku dari belakang. Hatiku cemas takut-takut ia memberikan bunga itu untuk wanita lain.
                   Aku tersentak kaget ketika ia berbelok ke area pemakaman. Kuikuti langkahnya hingga ia sampai disatu nisan. Diletakkannya bunga itu diatas kuburan itu. Aku berjalan mendekatinya saat ku lihat air matanya akan tumpah. Aku  mendekat, berdiri disampingnya namun ia masih tak menyadari kehadiranku. Lalu kudengar ia berbisik.
                   “ Moon.. aku kehilangan bulan. Tak lagi bisa melihat bulan setiap malam, setiap saat, tak lagi bisa berubah jadi warewolf (terdengar tawanya sedikit dipaksa ditengah getirnya suaranya) kamu baik-baik saja? I miss you so.. (air matanya jatuh) Moon.. I love you.”
                   Dani pergi meninggalkan kuburan itu sambil menyeka air matanya. Sementara aku berdiri mematung mendengar ucapan Dani. Air mataku tiba-tiba jatuh dengan deras tanpa bisa kubendung lagi.

R.I.P
Amalia Bulan Joseph
24 desember 1987 – 5 Agustus 2010

            Tuhan.. ternyata aku, aku telah. Aku tak sanggup melanjutkan kata-kataku sendiri. Aku kembali ke kostanku dan melihat seorang wanita seumuranku sedang merapikan kamarku. Aku menangis dan kembali berlari menuju rumah Dani. Ku lihat dia sedang menghidupkan lilin kecil merah yang dulu sering kuberikan untuk mengharumkan kamarnya yang dibelakangnya ia letakkan fotoku saat merayakan ulang tahunku tahun kemarin dan foto itu dikalungkannya rosario biru laut dan salibku ia letakkan disampingnya. Ia letakkan semuanya di atas buffet tempat biasa aku meletakkan lilin merah aroma teraphy itu. Aku hanya bermimpi, pasti..
Ku coba mengingat semua yang terjadi pada pagi 5 Agustus lalu. Ku paksakan walau kepalaku terasa sakit.
                   Mobil innova itu ternyata menabrakku dan tubuhku memang terhempas ke pembatas jalan itu. Tangan kiriku patah dan kepalaku mengalami pendarahan didalam.

* * *

            Lonceng anginku berbunyi nyaring, setiap aku datang lonceng ini selalu berbunyi seolah menyambut kedatanganku, lilin yang dihidupkan Dani tiba-tiba saja padam. Dani melihat ke arah jendela, matanya mulai berkaca. Aku dibelakangmu sayang, bukan diluar sana. Tapi Dani tak dapat mendengar. Dia terus memandang ke arah luar jendela.
                   Tak ada yang bisa aku lakukan untuk menunjukkan bahwa aku ada didalam kamarnya bukan diluar sana. Aku menangis sambil terus meminta pertolongan pada Tuhanku. Lalu tiba-tiba Dani berkata pelan.
                   “ Bulan?” kemudian ia berbalik seolah dia dapat melihatku. “ Aku tau kau disini bersamaku,(matanya memandang kearahku) Bulan.. aku merindukanmu dan masih mencintaimu.” Air matanya jatuh perlahan. Aku ingin mengatakan sesuatu tapi percuma rasanya dia pasti tak dapat mendengarku. “ Temani aku malam ini, ku mohon jangan pergi.” Ucapnya lirih lalu berbaring ditempat tidurnya sembari menyelimuti tubuhnya dengan selimut pilihanku.
                   Sepanjang malam aku menemaninya dikamar ini, dia terus bercerita mulai dari awal pertama kali kita berjumpa saat malam kudus, panggilan sayang kami Moon-Warewolf hingga kematian merenggutku, memisahkan cinta kami. Dia begitu bersemangat menceritakan itu seolah tau aku akan menyimaknya. Lelah bercerita, ia tertidur. Pukul 03.20 kukecup keningnya untuk yang terakhir kali sambil berbisik pelan ditelinganya. “ I love you Dani. So much.” Sambil menitikan air mata. Dan Dani menjawabnya pelan dalam tidurnya “ I love you too, moon.” Sembari tersenyum.
                   Sebuah cahaya putih terang dibalik jendela mengantarku pulang ke jalanku. Untuk yang terakhir kalinya ku lihat Dani tertidur pulas, air mataku terus mengalir namun aku tau dia akan baik-baik saja.

* * *

            Lilin merah yang diletakkan didepan fotoku tiba-tiba menyala dan lonceng angin berbunyi nyaring. Malam ini sedang tak ada angin yang berhembus. “ Moon.. selamat datang. Aku tau kau akan selalu menemaniku, setidaknya didalam kamar ini.”  ujarnya sambil tersenyum.

* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar